Tidak mudah, kata Rino, membujuk orang tua melepas anaknya tinggal di sekolah. Tapi mereka paham: ini investasi masa depan.
Di NTT, di Jabodetabek, lebih dari 100 titik sudah berjalan. Ada yang menampung 100 siswa, ada yang 1.000. Idealnya? Seperti best practice di luar negeri: satu sekolah bisa 10 ribu siswa.
Lengkap dengan lapangan sepak bola, lapangan tenis, fasilitas olahraga dan seni. Karena, kata Rino, “Anak-anak kita nggak semua jago matematika. Mungkin bakatnya bola, musik, atau sains. Semua harus difasilitasi,” urainya.
Baca Juga:Jelang HUT ke-80 RI, Wamen Ossy Tegaskan Komitmen Presiden Prabowo untuk Menyejahterakan RakyatMenuju Predikat SAKIP A, Kementerian ATR/BPN Fokus Perkuat Tujuh Pra-Kondisi
Lalu ada Sekolah Garuda.Ini untuk anak-anak bertalenta tinggi di bidang STEM–yang dibina dengan kurikulum internasional supaya bisa masuk ke universitas top dunia. Standarnya ketat. Bukan cuma lulus pintar, tapi siap bersaing di level global.
Rino menuturkan, visi Prabowo itubsudah tertulis dalam 16 buku sejak 2004. Kini, buku-buku tersrbut dijalankan. Termasuk menyiapkan industri dalam negeri.
Dari mineral langka, energi, sampai pangan—agar saat anak-anak top itu pulang, mereka punya tempat untuk mengabdi. Bedanya dengan program wajib belajar dulu?”Integrasi,” jawabnya.
Kalau dulu gratis sekolah, tapi anak di pelosok tak bisa datang karena jarak. Sekarang, negara siapkan asrama. Negara hadir, sampai ke desil 0.
Di bulan kemerdekaan ini, terasa sekali: merdeka yang dimaksud bukan hanya soal tanggal 17 Agustus. Tapi merdeka yang sehari-hari. Yang makanannya cukup, kesehatannya terjaga, pendidikannya berkualitas, dan ekonominya kuat.