213 Anak di Subang Sudah Menikah, Dispensasi karena Hamil Duluan

213 Anak di Subang Sudah Menikah, Dispensasi karena Hamil Duluan
Pelayanan di Pengadilan Agama Subang, Rabu (6/3). Pengadilan Agama mencatat selama tiga tahun terjadi 213 kasus pernikahan di bawah umur. YUSUP SUPARMAN/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

“Pernikahan di bawah umur ini kerap kali mengakibatkan perceraian, karena belum siap secara mental dan pola pikir dalam menjalin rumah tangga,” katanya.

Komisi Penanggulan Aids (KPA) Subang turut mengomentari fenomena pernikahan di bawah umur yang terjadi di Subang. Pelaksana program KPA Subang, Nurbayanti mengatakan, irisan antara nikah muda dengan penyebaran HIV belum bisa dikatakan memicu penularan.

“Kenapa? Karena HIV itu ditularkan bukan karena kondisi (di dalam atau di luar pernikahan/melacur dan lain sebagainya), tapi karena perilaku bergonta-ganti pasangan seks dengan seseorang yang tidak diketahui status HIV-nya tanpa menggunakan kondom,” ujarnya.

Baca Juga:Bupati Ruhimat Pantau Proyek Strategis Nasional11 Kecamatan Terendam Banjir, 1.800 Warga Mengungsi

Sementara itu mengenai perkawinan di bawah umur, ia mengatakan, dasarnya merujuk pada UU Perkawinan. Batas minimal pernikahan perempuan usia 16 tahun & 19 tahun untuk laki-laki.

“Tapi di pasal sblmnya disebutkan bagi mereka yg berada dibawah usia 21 tahun harus atas persetujuan orang tua atau wali. Artinya usia di bawah 21 tahun itu boleh tapi atas dasar persetujuan ortu atau wali,” ungkapnya.

Dia mengatakan, yang perlu diedukasi bukan hanya anak remaja tapi orang tuasangat berperan untuk menekan angka nikah muda.

“Terkait dengan adanya faktor eksternal sehingga menyebabkan anak ‘terpaksa’ harus dinikahkan karena MBA, itu lain soal. Akan tetapi ada konsekuensi hukum sebagaimana diatur dalam KUH Perdata (bagi pemeluk agama selain Islam) dan ada Inpres 1 Tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam bagi yang muslim,” ujarnya.

Sementara itu, kata dia, dalam hal adanya ketidaksamaan antara UU Perkawinan dengan UU Perlindungan Anak tentang kategori anak, karena memang dua UU tersebut mengatur dua konteks yang berbeda.

“Kalau untuk perkawinan tentu rujukannya UU No 1 tahun 1974,” katanya.

Psikolog sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Unversitas Subang, Nur’aeni SPsi.,MSi mengatakan, adanya fenomena pernikahan di bawah umur menjadi problem sosial yang harus menjadi pemikiran bersama.

Dia menyebut, terjadinya pernikahan di bawah umur ini dipengaruhi oleh berbagai hal mulai dari kemajuan zaman, perkembangan IPTEK, diiringi iklim kebebasan dan kesibukan orang tua.

Baca Juga:Asep Kurnia Muhtar Nakhodai PSSI Askab SubangPemkab Karawang Canangkan Stadion Internasional

Dia mengatakan, pasangan yang hendak menikah harus memiliki kematangan psikologis dan kesiapan ekonomi. Merujuk pada hukum Islam, kata, Nur’aeni mereka yang sudah boleh menikah ialah yang baligh dan berakal sehat.

0 Komentar