AI di Ngawi

AI di Ngawi
0 Komentar

Guru yang biasa-biasa saja akan ditinggalkan muridnya. Semoga tidak ditinggalkan gajinya.

Saya merenung sejenak. Saat Tommy lagi memanggil penanya berikutnya. Masih di era 4G saja anak SMA di pelosok sudah begitu majunya. Bagaimana kalau sebentar lagi 5G. Yang kecepatannya 100 kali dari 4G.

Kadang saya bisa maklum kalau banyak yang sewot pada Huawei. Termasuk Amerika. 5G akan sangat dramatik mengubah masyarakat dunia.

Baca Juga:Ribuan Peserta Ikut Jalan Sehat Milad Al-MuhajirinPelajar SMK YPK Berlatih Wayang Golek Kontemporer

Negara miskin, kalau pandai memanfaatnya, akan bisa menyalip di tikungan. Mengejar negara kaya.

Tapi saya tetap ingat tanaman jagung. Bagaimana agar petani miskin bisa panen jagung di bulan Nopember atau Desember. Di saat paceklik jagung. Agar penghasilan petaninya naik dua kali lipat.

Empat siswa yang berunding di bawah pohon itu memberi tanda. Sudah berhasil merumuskan caranya.
Kata kuncinya adalah air.

Sikap lama menyerah kepada alam harus berubah. Biaya mencari air lebih kecil dari meningkatnya hasil penjualan.

Ada pula ide intensifikasi. Saat jagung sudah tua, segeralah daun dan batang atasnya dipangkas. Sambil menunggu buah jagungnya kering di pohon benih baru sudah bisa ditanam. Cara ini bisa membuat panen maju tiga minggu.

Saya usul agar keempat siswa itu langsung diluluskan. Hasil rumusan mereka begitu bagusnya. Hanya setengah jam. Berunding di bawah pohon.
Semua itu karena mereka berpikir.

Membiasakan berpikir itulah tugas guru. Agar pekerjaan guru tidak diserobot AI di masa depan. (Dahlan Iskan)

Laman:

1 2 3
0 Komentar