Anggota Komisi IX DPR RI Nurhayati Sebut Dua Intervensi Solusi Penanganan Stunting di Tasikmalaya

Anggota Komisi IX DPR RI Nurhayati Sebut Dua Intervensi Solusi Penanganan Stunting di Tasikmalaya
Anggota Komisi IX DPR RI Nurhayati Sebut Dua Intervensi Solusi Penanganan Stunting di Tasikmalaya
0 Komentar

PASUNDAN EKSPRES-Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Nurhayati kembali menyapa konstituennya di Kota Tasikmalaya. Kali ini di Kelurahan Setiajaya, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya, pada 29 Mei 2024. 

Di hapadan ratusan warga, Nurhayati mengurai kiprah Komisi IX DPR RI dalam upaya mempercepat penurunan stunting di Indonesia. 

Rumus jitu Nurhayati ini menanggapi naiknya prevalensi stunting di Kota Tasikmalaya berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 lalu. Merujuk SSGI 2023, prevalensi stunting di Kota Tasikmalaya ini tidak turun, malah naik 4,7 persen, yaitu dari 22,4 persen pada 2022 menjadi 27,1 persen pada 2023,

Baca Juga:Kasus Stunting Kota Tasikmalaya Naik, Nurhayati Minta Evaluasi Intervensi yang Sudah BerjalanSubang Perkuat Komitmen Bersama Zero New Stunting

“Lalu solusi dari saya sebagai anggota DPR RI bagaimana? Penanganan stunting itu harusnya dilakukan dengan dua intervensi, yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif,” ungkap Nurhayati.

Intervensi spesifik dilakukan sesuai kelompok sasaran. Untuk remaja putri, intervensi dilakukan melalui skrining anemia dan konsumsi tablet tambah darah (TTD). Untuk ibu hamil, intervensi dilakukan melalui pemeriksaan kehamilan (ANC) minimal enam kali, konsumsi TTD, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis (KEK).

Untuk anak di bawah lima tahun (Balita), intervensi berupa pemantauan pertumbuhan balita, air susu ibu (ASI) ASI eksklusif selama enam bulan, dan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) kaya protein hewani bagi baduta, tata laksana balita dengan masalah gizi, dan peningkatan cakupan  serta perluasan imunisasi dasar lengkap. Tidak kalah pentingnya adalah menghindari buang air besar sembarangan.

“Nah intervensi spesifik ini berkontribusi sebesar 30 persen bagi penanganan stunting. Sedangkan intervensi sensitif berkontribusi 70 persen. Karena itu, tentunya ini juga harus menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah. Intervensi sensitif ini merupakan upaya pencegahan yang tidak secara tidak langsung pada kelompok sasaran,” jelas Nurhayati.

Dia mencontohkan, intervensi sensitif berupa air minum dan sanitasi. Penting bagi keluarga balita bermasalah gizi dan bumil KEK mendapat akses sanitasi dan air bersih.

“Di Parakannyasag ini yang sudah memenuhi open defecation free (ODF) atau bebas BAB sembarangan sebanyak 2.076 kepala keluarga yang sudah memiliki septic tank. Sedangkan yang belum memiliki septic tank atau kebutuhan jamban yang diperlukan saat ini sebanyak 979 kepala keluarga. Ini perlu kita intervensi,” tegas Nurhayati.

0 Komentar