Bank Pusing

Bank Pusing
0 Komentar

Sekarang ini, keduanya masih sama-sama hebat. “Tapi dengan uang yang sama, hasilnya ternyata lebih baik kalau membeli Astra,” ujar orang dalam itu. “Lihat sendiri perbedaan hasilnya sekarang. Lihat market capitalization-nya. Begitu jauh,” katanya 8 tahun lalu.

Itu menandakan bahwa masih ada bisnis yang lebih hebat dari bank. Belum lagi soal aturan. Yang di perbankan jauh lebih rumit daripada di perusahaan umum seperti Astra. “Punya bank itu pusing. Pusingnya abadi,” ujar seorang teman yang memiliki bank.

Tidak ada peraturan yang lebih rumit daripada peraturan untuk menjadi pemilik bank.

Baca Juga:Stunting Masih Menghantui Masyarakat Kelas BawahProduktif di Tengah Covid-19 Berisiko di Sejumlah Daerah

Pusing itu pula yang kini dirasakan oleh 7 pemilik bank bermasalah. Yang kini lagi diawasi ketat oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Ups… Bukan tujuh pemilik. Tapi tiga pemilik: Bank Mayapada, Bank Bukopin, dan Bank Yudha Bhakti. Yang empat pemilik bank lainnya mungkin tidak pusing: Bank BTN, Bank Banten, Bank Papua, dan Bank Muamalat.

Bank BTN milik negara. Bank Banten dan Bank Papua milik provinsi Banten dan provinsi Papua. Sedang Bank Muamalat terlalu banyak pemiliknya, yang umumnya tidak tinggal di Indonesia.

Tapi orang seperti Datok Tahir (pemilik Bank Mayapada) dan Aksa Mahmud (pemilik Bank Bukopin) pusingnya pasti bukan main. Keduanya pasti mati-matian berupaya mempertahankan kepemilikan mereka. Tapi akhirnya toh harus lepas juga.

Bukopin hampir pasti jatuh ke tangan Korea Selatan. Itu sekaligus mencerminkan berakhirnya perjuangan gerakan koperasi di Indonesia ke tangan kapitalis.

Koperasi akhirnya toh harus kalah melawan bisnis yang diatur secara kapitalis. Adakah pejuang koperasi yang masih pusing?

Itu juga mirip dengan perjuangan umat Islam di bank syariah. Yang disimbolkan dengan kalahnya bank syariah yang bernama Bank Muamalat. Ada yang masih pusing?

Baca Juga:Gubernur Larang Sekolah Gelar KBM Tatap MukaTilang Masker Segera Berlaku

Bank Mayapada hampir pasti jatuh ke Cathay Financial, Taiwan. Ini juga melambangkan kapitalis besar akhirnya juga kalah dengan kapitalis yang lebih besar.

Praktis kini tinggal dua bank nasional kelas menengah yang masih bisa bertahan dari asing: Bank Mega dan Bank Artha Graha.

Saya sering berbincang dengan Chairul Tanjung, pemilik Bank Mega. Saya juga sering berbincang dengan Tomy Winata, pemilik Bank Artha Graha.

0 Komentar