Memaknai Sila Kedua  “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” Bagian Ke Tiga

0 Komentar

Ratu Adil

Seri Belajar Filsafat Pancasila ke 28

Agus Salim, terheran-heran, menyaksikan ribuan orang (konon katanya jumlah yang hadir mencapai 50.000,-pembaca boleh tidak percaya), hadir di alun-alun Situbondo-JawaTimur, tahun 1917.  Rakyat kecil yang berpakaian seadanya tersebut datang dengan berjalan kaki, gerobak kerbau, gerobak kuda, apapun yang bisa dijadikan tumpangan tubuh. Termasuk bergantian digendong kawannya, jika lelah menginjak tanah. Karena jaman itu belum ada instan transportasi seperti Grab atau Gojek.

Ribuan rakyat tersebut datang dari pelosok negeri, hadir untuk mendengarkan ceramah Sang Raja Jawa, Hadji Oemar Siad (H.O.S.) Tjokroaminoto. Sang Raja Jawa tanpa mahkota ini, dianggap juru selamat-Ratu Adil. Rakyat yang kebanyakan adalah pedagang kecil dan petani tersebut, rela berpeluh, berpanas badan, hanya agar bisa menyentuh, menyembah bahkan sekedar mengendus telapak kaki sang pemimpin dengan segenap jiwa. Ceramah Sang Raja Jawa memberikan secercah harapan dan semangat kebangkitan bagi rakyat yang haus arus perlawanan.

Beda lagi di Brazil. Antonie Conselheiro (1897), pengkhutbah penentang perbudakaan ini tidak disembah-sembah seperti Raja Jawa. Namun dia membakar perlawanan rakyat melawan kesewenangan pemerintah pusat.Korban pun jatuh. Tak kurang 15.000 nyawa penduduk Desa Canudos tewas secara brutal diberantas pemerintah pusat yang berkolaborasi dengan kaum agama. Antonie Conselheiro juga dianggap Ratu Adil bagi rakyat Canudos. Dia melawan kesewenangan pemerintan pusat, seperti melawan segerombolan penjahat. Namun justru dia yang dijadikan penjahat versi penguasa. H.O.S.Tjokroaminoto dan Antonie Conselheiro oleh para pengikutnya dianggap Ratu Adil: pembawa kedamaian, penentang kesewenangan dan penuntun keadilan.

Baca Juga:Ambu Siap jadi Orang Pertama di Vaksin di PurwakartaPerlunya Penanganan Dini untuk Mengatasi Penyakit Diabetes Mellitus

Bak menggunakan alat fiksi “time tunel” lorong waktu yang bisa bertamasya, melanglang buana ke berbagai masa, kita balik lagi ke Jawa. Indonesia memang tak kalah dengan negara lain. Sebagai contoh nenek moyang Bangsa Indonesia telah lebih dahulu menulis buku sejak abad ke XII. Dan bukunya tidak ecek-ecek, futuris, bertahan hingga saat ini. Dikeramatkan pula! Walau generasi millennial tak menggubrisnya.

Raja Kediri Maharaja Jayabaya yang memerintah tahun 1135-1157 M pernah meramalkan ratu adil akan datang. Raja yang gelarnya bisa dijadikan syal jika dicetak ini, terkenal karena pemikiran futurisnya tentang kondisi yang akan datang. Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa menulis buku futuris, “Ramalan Jayabaya”. Bisa jadi, tahun 1982 Jhon Naisbitt terinspirasi Jayabaya menulis buku Megatrend 2000. Buku itu meramalkan bahwa kehidupan masa depan akan didominasi oleh teknologi. Bedanya, Ramalan Jayabaya dikeramatkan, Megatrends 2000 dijadikan inspirasi yang antisipatif.

0 Komentar