INGATAN saya menerawang ke tahun 2001 silam. Di dalam kelas. Membaca koran dengan sampul muka yang membuat saya takjub: rudal jarak jauh yang dilepaskan. Semburan api memerah pada ekor rudal itu. Melesat menembus langit gelap.
Koran itu menampilkan foto dimulainya serangan Amerika ke Afghanistan di malam hari. Ditampilkan pula profil berbagai senjata dan kekuatan militer Amerika dan Afghanistan. Itulah pertama kali saya menemukan kata: Taliban. Saat itu, saya kelas 3 tsanawiyah. Pertama kali tertarik membaca koran.
20 tahun kemudian. Saya sudah bekerja di perusahaan koran. Menulis dinamika Afghanistan untuk diterbitkan di koran. Apakah sekarang ada anak sekolah yang akan membaca berita ini?
Kini Amerika meninggalkan Afghanistan. Taliban kembali berkuasa. Taliban is back! Mendeklarasikan diri akan membentuk pemerintahan dengan sistem Emir. Sementara yang terdengar namanya: Emirat Islam Afghanisten. Berarti dengan sistem: setiap provinsi akan dipimpin oleh seorang kepala pemerintahan secara turun-temurun alias raja kecil dengan sistem sendiri-sendiri. Apakah akan seperti Uni Emirat? Kita lihat saja nanti.
Pemimpin tertinggi sudah disiapkan, yaitu Abdul Ghani Baradar yang mendapat gelar Mullah. Ia memiliki kemampuan menggalang dukungan internasional. Termasuk telah melakukan pertemuan dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Qatar pada Desember 2020 lalu.
Mullah Baradar pernah dipenjara di Pakistan pada 2001. Lalu dibebaskan atas tekanan Amerika pada 2010. Sebab pada diri Baradar pula, ‘jalan damai’ Afghanistan terlihat. Kini mantan petinggi militer itu segera menjadi pemimpin tertinggi Afghanistan. Menggantikan Presiden Afghanistan ‘binaan’ Amerika, Ashraf Ghani yang sudah melarikan diri.
Kabarnya, Baradar sudah berada di Istana Kepresidenan, Kabul, setelah Taliban berhasil menguasainya pada Minggu 15 Agustus lalu. Kemungkinan Baradar akan berbagi kekuasaan dengan Haibatullah Akhundza, pemimpin tertinggi Taliban lainnya. Yang berjasa menyatukan kelompok jihadis di bawah bendera Taliban.
Tokoh lainnya yang diprediksi bakal mendapat jatah kekuasaan yaitu Sirajudin Haqqani. Inilah tokoh yang paling disegani karena memimpin pasukan elit Taliban. Spesialis merangcang aksi teror seperti aksi bom bunuh diri.
Sudah lihat foto-foto anggota Taliban di Istana Presiden, Kabul, yang ditaklukkan itu? Merekalah pasukan yang dipimpin Haqqani. Yang tidak ada takutnya, terus menyerbu hingga menguasai jantung pertahanan Afghanistan. Dalam waktu kurang dari satu bulan, Afghanistan bisa ditaklukkan oleh Taliban. Tanpa ada perlawanan sengit.
Saya jadi ingat, bagaimana nasib Presiden Suriah Bashar Assad saat ini? Padahal Suriah sudah lebih lama terus-terusan digempur sejak tahun 2015 oleh opisisi yang dibantu ISIS. Tapi Assad tetap kokoh memegang kendali Suriah. Dijaga ketat oleh aliansi politiknya: Rusia dan Iran. Malah di tahun 2021 lalu, Assad kembali terpilih menjadi Presiden.
Mungkin Paman Sam sudah lelah setelah 20 tahun mempertahankan Afghanistan. Malah lebih lama lagi, sudah sejak tahun 1980-an melatih jihadis Afghanistan. Saat itu kepentingannya melawan tentara merah ‘Uni Soviet’. Memang berhasil. Soviet kalah.
Tapi kemudian, mereka yang dilatih itu beranak pinak, mendirikan faksi jihadis seperti Al Qaeda. Senjata makan tuan, kemudian Al Qaeda menjelma menjadi kekuatan teroris internasional. Malah berani melawan maha guru Amerika melalui serangan ke Gedung WTC dan Pentagon pada 11 September 2001. Peristiwa itu menewaskan 3.000 orang.
Amerika berduka, marah, murka! Apalagi ternyata otak serangan mematikan itu, ‘murid durhaka’ masa lalunya yaitu Osama bin Laden. Di bawah komando Presiden Bush, Amerika meminta Taliban menyerahkan Osama yang kaya raya itu. Taliban menolak.
Maka tanpa ampun Taliban diserbu. Kekuasaannya di Afghanistan dijatuhkan tahun itu pula. Rupanya memburu seorang Osama sangat alot. Baru berhasil ditemukan dan tembak mati 10 tahun kemudian: tahun 2011.
AS juga harus membayar mahal atas operasi di negara kelahiran sufi dan penyair terkenal Jalalludin Rumi itu. Selama 20 tahun sekitar 3.500 tentara gabungan koalisi AS tewas di Afghanistan. Dua pertiga dari jumlah itu adalah tentara Amerika. Sebuah universitas di AS menghitung, Amerika juga telah menghabiskan biaya sekitar 1 miliar dollar AS setara Rp14 kuadriliun. Tapi tidak dihitung berapa dollar yang didapatkan.
Dampak lainnya juga dirasakan oleh berbagai negara di dunia. Karena doktrin jihad yang dikembangkan, Afghanistan menjadi sarang teroris. Kelak melahirkan melahirkan Al Qaeda yang dimotori Osama. Alumni jihadis Afghanistan pula yang kemudian beraksi di Indonesia dan Filipina. Mereka berhimpun di bawah bendera JAD (Jamaah Ansharud Daulah).
Masih dari Afghanistan, murid Osama yaitu Abu Mushab Alzarqawi kemudian menghimpun kekuatan di Irak dengan mendirikan ISIS. Menggalang para preman jalanan dan mantan anak buah Saddam Husein. Membuat repot berbagai negara di dunia.
Jika dirunut dari sejarahnya, Afghanistan telah menjadi negara yang subur melahirkan atau minimalnya menginspirasi terbentuknya organisasi para jihadis, taroris atau paramiliter: Al Qaeda (1988), Taliban (2004) dan ISIS (2014). Mungkin banyak pula organisasi paramiliter lainnya yang kurang terkenal. Afghanistan juga dijuluki jalan tol untuk penaklukkan kekuasaan (the highway of conquest). Dalam tempo 20 tahun, Afghanistan kembali berkuasa.
Kini, Presiden AS Joe Biden disalahkan atas keputusannya yang terlalu cepat menarik pasukan di Afghanistan. Pemerintahannya dikritik Parlemen AS. Hal itu sudah diakui oleh Biden.
Tapi belum terdengar rencana selanjutnya. Apa yang akan dilakukan AS. Apakah benar-benar ikhlas melepaskan Afghanistan? Apakah tidak panas kuping mendengar petinggi Taliban menyebut kemungkinan kerjasama dengan Tiongkok?
Dan…apakah keberhasilan Taliban akan menghidupkan lagi para kombatan alumni Afghanistan di Indonesia?
Beruntunglah, bersyukurlah, kita warga negara Indonesia. Merdeka!(*)