Perkawinan Krisis Konstitusi

Perkawinan Krisis Konstitusi
0 Komentar

Oleh: Dahlan Iskan

Hampir saja Taiwan menjadi yang pertama di Asia: melegalkan kawin sejenis.

Tapi hasil referendum Sabtu lalu berkata lain: sebagian besar rakyat menolak.

Kini muncul perdebatan di sana: mana yang lebih kuat. Hasil referendum atau putusan Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga:Tekan Peredaran Narkoba Gelar ToT, Cetak Penyuluh Pencegahan NarkobaEkopontren Mandiri JM Bangun Ekonomi Pesantren Mandiri

Satu setengah tahun lalu memang. MK Taiwan membuat keputusan: UU Perkawinan yang melarang kawin sejenis melanggar konstitusi.

DPR harus merevisi UU Perkawinan yang ada. Paling lambat dua tahun. Setelah putusan MK itu: 24 April 2017.

Putusan MK itu bermula dari gugatan Chi Chia-wei. Yang di tahun 2013 lalu ingin menikah. Dengan sesama laki-laki. Ditolak.

Setelah putusan MK itu perkawinan sejenis kian marak. Sudah ada 19 daerah yang mau menikahkan pasangan lesbi. Atau gay.

Memang itu baru setengah kawin. Mereka tetap belum bisa mendapat hak hukum sebagai suami-suami. Atau istri-istri. Tapi perpartnerannya sudah disahkan.

Sambil menunggu lahirnya UU Perkawinan yang baru. Seperti yang diamanatkan MK. Paling lambat 1 Mei tahun depan.

Aktivis anti perkawinan-sejenis bergerak cepat. Dimotori oleh gereja. Yang umatnya hanya 5 persen dari jumlah penduduk.

Baca Juga:Pius: Prabowo-Sandi Bakal Raih Suara Mayoritas di JabarSebagian Besar Anggaran Pendidikan Digunakan untuk Operasional

Segala macam penyakit dikaitkan dengan perkawinan jenis itu. Dalam kampanye anti perkawinan-sejenis. Demikian juga segala macam laknat. Dan bencana.

Aktivis tersebut berhasil mengumpulkan tandatangan: 310.000. Melebihi batas syarat permintaan referendum: 280.000 tandatangan.

Yang pro perkawinan-sejenis juga bergerak. Juga mengumpulkan tandatangan. Melebihi syarat minimal untuk minta referendum.

Kampanye dua kelompok ini hebohnya bukan main.
Akhirnya keduanya sama-sama dapat tempat.
Dalam referendum itu. Yang ‘anti’ berhak mengajukan dua pertanyaan. Yang ‘pro’ boleh mengajukan satu pertanyaan.

Masih ada dua pertanyaan lagi. Dari kelompok lain. Yang terkait dengan pendidikan seks di sekolah.
Maka pertanyaan dalam referendum Sabtu lalu banyak sekali. Sampai proses pemungutan suara Pemilu tersebut berlarut. (baca disway edisi kemarin).

“Referendum itu hanya semacam pooling,” ujar aktivis pro perkawinan-sejenis. “Putusan MK lebih tinggi,” tambahnya.

Masalahnya: apakah ada wakil rakyat yang berani. Untuk mengajukan inisiatif penyempurnaan UU Perkawinan. Seperti yang diamanatkan MK. Mereka pasti takut kalah dalam Pemilu berikutnya.

0 Komentar