OPINI  

Dunia Berlari dan Pendidikan Stagnan, Benarkah?

Oleh :
Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd. (Guru di SMAK St. Hendrikus, Surabaya)
Drs.Priyono,MSi ( Dosen pada Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Bagi yang lahir pada tahun 1970-1990, pasti ingat tentang perlakuan guru dalam mendisiplinkan peserta didiknya. Salah satunya adalah saat menemui peserta didik dengan kuku jari yang panjang. Perlakuan guru bermacam-macam dari memotong kuku jari, sampai dengan memukul jari. Bagi siswa yang yang bisa jawab pertanyaan maka guru mencoreng muka dengan kapur, bahkan guru SMP yang paling senior membawa penggaris panjang kemudian ditaruh di atas kepala siswa yang sedang mendapat giliran ditanya dan bunyi tuk bila gak bisa jawab pertanyaan yang diajukan guru.

Kesakitannya mungkin masih terasa sampai sekarang, bahkan mengingat guru yang telah melakukan kejadian tersebut. Hal ini dapat menjadi kenangan yang menyakitkan, namun banyak juga yang merasa sebuah lelucon. Sakitnya tidak di jarinya, namun membekas di hati. Banyak lagi peristiwa-perisstiwa yang lain, yang dinilai menjadi peristiwa menyakitkan dan peristiwa konyol.

Sementara itu, fenomena yang terjadi sekarang, banyak perubahan yang dilakukan oleh peserta didik. Peserta didik menuntut penampilan yang disesuaikan dengan perubahan globalisasi. Khususnya perubahan penampilan peserta didik, mulai dari warna rambut, model rambut, panjangnya kuku, tato, cowok bergiwang, dsb. Dunia pendidikan telah mengalami pergeseran sesuai tuntutan zaman. Guru dituntut untuk melakukan perubahan sikap dalam menyikapi perubahan-perubahan tersebut.

Guru dituntut lebih asosiatif dalam memperlakukan peserta didik. Perlakuan asosiatif adalah interaksi sosial yang mengarah pada kerja sama dengan peserta didik. Menurut Mohammad Ali Al Humaidy, (2020), perlakuan asosiatif mengakomodasi semua kepentingan, kekurangan, dan kelebihan dari tiap individu.

Tindakan asosiatif guru merupakan implikasi dari kode etik guru. Kode etik guru yang berkaitan dengan ini adalah guru membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila, sehingga guru idealnya memiliki karakter sbb :

1. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing,

2. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan,

3. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar,

4. guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan,

5. Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya,

6. Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan nasional,

7. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi guru sebagai sarana perjuangan dan pengabdian; Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
Berdasarkan kode etik, nampaknya tuntutan etik kepada guru sangat berat. Namun para guru dapat menjalankan dengan hati yang gembira dengan filosofi yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara. Kode etik ini, dijiwai oleh filosofi Ki Hajar Dewantara yaitu “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Filosofi ini yang memberikan kekuatan kepada para guru untuk menjalani hari-harinya dengan perubahan peserta didik yang mengglobalisasi.

Seringkali peserta didik kurang menyadari dengan aturan yang telah ditetapkan. Sementara itu, guru sebagai pembimbing dan pembina berusaha untuk mengarahkan perbuatan peserta didik supaya konformitas.

Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika peserta didik mampu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Guru harus mampu menjalankan tindakan asossiatif yang konformitas. Guru mampu membawa peserta didik untuk mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai dan norma social dengan kerjasama yang harmonis. Sebuah PR (pekerjaan rumah) bagi guru yang cukup berat.

Pekerjaan Rumah guru ini dapat dilakukan dengan mudah jika guru mengikuti arahan dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Arahan ini membantu guru untuk melaksanakan pekerjaan rumahnya. Usaha yang sadar dan terencana dari guru untuk membawa peserta didik agar memiliki kekuatan yang terintegritas dalam menghadapi perubahan yang mengglobal.

Kekuatan yang terintegritas yang dimiliki oleh peserta didik memberikan dasar yang kuat untuk peserta didik dalam memilih, memutuskan setiap solusi persoalan secara bertanggung jawab. Peserta didik mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusannya, serta konsekuensinya. Peserta didik sendiri yang menyadari tindakannya dan tidak berhak untuk memberikan penghakiman kepada guru. Demikian lifepal menyatakan sebuah pepatah guru ibarat lilin, membakar diri untuk menerangi peserta didik. Artinya, guru rela mengorbankan diri agar murid-muridnya memiliki pengetahuan dan sukses sebagai manusia. Bisakah guru masa kini menjadi sebuah lilin ?