OPINI  

Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Perlukah?

MANUSIA sering disebut sebagai hewan yang berpikir. Kemampuan berpikir manusia menjadi pembeda dengan hewan, tapi kenyataan yang terjadi hasil pikir manusia justru kadang berefek negative bagi manusia.

Misalnya ketika manusia berpikir maka lahirlah ilmu pengeatahuan dan dengan ilmu pengetahuan lahirlah teknologi dan teknologi melahirkan kebudayaan dan peradaban manusia.

Sehingga sering kali kemajuan suatu bangsa diukur berdasarkan seberapa canggih teknologi bangsa tersebut dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya Bangsa Barat.

Dunia sekarang ini dikuasai Barat dan hampir seluruh aktivitas kehidupan kita melibatkan Barat, mengapa ini terjadi? Tentu karena Baratlah yang sekarang menjadi referensi dan yang memproduksi teknologi modern.

Tapi pertanyaannya apa efeknya buat kita selaku manusia? Apakah Barat telah berhasil memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemanusiaan? Apakah kehidupan ini jauh menjadi lebih lestari sehingga manusia nyaman dan damai hidup berdampingan satu sama lain?

Inilah kritik bagi ilmu pengetahuan, yang perlu menjadi perhatian kita. Bagi Islam apa pun yang dilakukan manusia adalah harus ditujukan untuk ketundukan kita pada Allah SWT.

Memang betul teknologi telah memberikan efek bagi kehidupan manusia yaitu menjadi lebih cepat dan lebih banyak. Tapi apakah dengan menjadi lebih cepat dan lebih banyak tersebut menjadikan kita hidup lebih manusiawi, atau menjadi manusia Ilahi?

Manusia ilahi di sini bisa dimaknai manusia yang bermanfaat bagi manusia lain (khoerunnas anfauhum Linnas), atau dapat juga dimaknai sebagai manusia yang telah menjadi kholifah Allah SWT di muka bumi. (dapat dimaknai sebagai manusia yang mengamalkan asma Alloh/ takholaqu bi akhlaqillah).

Mari kita saksikan apa yang terjadi setelah ilmu pengetahuan dikuasai orang-orang yang jauh dari nilai-nilai agama! Kita masih saksikan dampak teknologi Barat yang berakibat kerusakan di muka bumi. Setelah terjadinya revolusi industri di Barat maka Barat mulai melakukan kolonialisasi ke berbagai belahan dunia, baik di Asia maupun Amerika Latin.

Penjajahan Barat hingga kini masih terus dilakukan baik secara fisik maupun dilakukan melalui berbagai tekanan lain seperti ekonomi maupun politik, contoh yang sangat tampak adalah penguasaan negeri Barat atas berbagai sumber daya yang ada di berbagai negara seperti di negri Arab di Irak, afganistan, Suria, libya, Yaman, dan lain sebagainya.

Begitu pun terkait hegemoni atas mata uang, perbankan dan lain sebagainya. Bahkan jika kita mundur ke belakang, sejarah dengan jelas menggambarkan kepada kita bagaimana bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki dengan puluhan ribu korban jiwa padahal Jepang hanya menyerang pangkalan militer di Pearl Harbour tapi USA menyerang dan memusnahkan masayarakat sipil.

Hal inipun yang dilakukan Israel/Zionis yang tanpa perikemanusiaan menyerang, membom, tempat dan wilayah sipil sehingga ribuan anak-anak dan masyarakat sipil meninggal.

Saya meyakini bahwa setiap agama Islam, Kristen, yahudi dan agama lain pasti tidak mengajarkan ini. Agama mengajarkan hidup damai, cinta kasih, dan mengajarkan hidup berdampingan, walaupun ada perilaku orang beragama yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan, tapi hal tersebut pasti bukan ajaran agamanya.

Di sini dapat kita pahami bahwa islamisasi ilmu pengetahuan itu masih sangat relevan. Walau pun memang masih ada saja yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu objektif dan universal, tapi faktanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak luas terhadap makin rusaknya bumi dan makin menurunnya nilai-nilai kemanusiaan.

Prof. Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa dilihat dari objek dan cara memahami ilmu pengetahuan memang memiliki perbedaan fundamental dengan agama. Mulyadi mengajukan dua pertanyaan besar yaitu “Apa yang dapat kita ketahui?” dan “Bagaimana mengetahuinya?”

Barat beranggapan bahwa ilmu pengetahuan hanya membahas hal-hal yang hanya dapat di indra (fisik) sementara Islam meliputi sesuatu yang sifatnya metafisik. Metode Ilmu Pengetahuan lebih pada bagaimana menggunakan indera untuk menyingkap sebab dan akibat.

Walaupun akal terlibat dalam memberikan solusi tapi hanya sebatas pada menalar, memilih, dan memutuskan bukan untuk menangkap realitas. Bagi Filosof Islam seperti Al Farabi (w. 950 M) dalam kitab Ihsha al Ulum (klasifikasi Ilmu) Ilmu dapat dibagi pada yang bersifat fisik (Sebab-Sebab Material) juga metafisik (Prinsip Terakhir/The Ultimate Principle). Begitupun pendapat Al Kindi (w. 866 M).

Pada wilayah epistemologi atau cara memahami Ilmu Pengetahuan, Islam tidak hanya melulu menggunakan indera dan akal tapi juga menggunakan pendekatan intuisi atau irfani. Jika indra berfungsi untuk menangkap objek yang materi maka akal dapat berperan untuk menangkapnya secara inferensial (menyimpulkan secara logis), dan hati (intuisi) bisa menghadirkan (presentif) seperti cinta, benci, kesedihan, atau kesenangan.

Sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam harus berdampak pada kebermanfaatan bagi kehidupan manusia dan dapat digunakan untuk menuju Tuhan (kesempurnaan).

Tidak semua pohon harus kita panjat walaupun kita memiliki kemampuan untuk meraihnya tapi untuk apa pohon itu kita panjat? Ilmu Pengetahuan dan Filsafat sejatinya menjadikan kita untuk lebih sadar akan nilai-nilai kemanusiaan dan membawa kita pada tujuan hidup yaitu menuju Tuhan.(*)

 

 

Oleh: DR. H. Srie Muldrianto, M.Pd.

Wakil Direktur Bidang Pendidikan SMP/SMA Islam Lazuardi Ideal GCS /Global Compassionate School, Purwakarta)