Murni Jual Beli Kelebihan Paket Sembako, Kasus Aa Umbara Diklaim Tak Ada Kerugian Negara

Kasus Aa Umbara
EKO SETIONO/PASUNDAN EKSPRES SIDANG: Proses persidangan kasus proyek pengadaan paket sembako bansos Covid-19 atas Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara Sutisna yang digelar secara virtual di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (18/8).
0 Komentar

NGAMPRAH-Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara Sutisna didakwa mengatur proyek pengadaan paket sembako bantuan sosial (Bansos) Covid-19. Namun pihak Aa Umbara mengklaim tak ada kerugian negara dari kasus tersebut.

“Ya, memang dalam konteks perkara ini tidak ada kerugian negara yang timbul, bisa dilihat dari uraian pasal-pasal yang tadi disebutkan,” ucap Rizky Rizgantara Kuasa Hukum Aa Umbara usai sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (18/8).

Menurut Rizky, kasus Aa Umbara murni jual beli. Ia menyebutkan Aa Umbara mengeluarkan dana pribadi membeli kelebihan paket sembako dari pengusaha M Totoh Gunawan guna mengakomodir warga yang tidak tercover bantuan paket sembako yang dibeli menggunakan dana APBD. “Karena itu (paket sembako) dibeli oleh Pak Bupati karena Pak Totoh ada kelebihan paket. Pak Bupati beli untuk dibagikan kepada masyarakat yang tidak tercover oleh anggaran APBD di Dinsos KBB,” katanya.

Baca Juga:PLUT KUMKM Kabupaten Subang Raih Penghargaan dari UNSGelar Rapat Perdana, DPRD Karawang Segera Tentukan Status Petrogas

Rizky mengatakan istilah jual beli itu akan ia paparkan dalam pembuktian. “Lebih kurang 3.300 paket, jadi kalau versi dari penyidik ketika itu kemudian didakwakan oleh Jaksa bahwa itulah bentuk gratifikasi salah satunya dari Pak Toto untuk Pak Bupati, sedangkan nanti pada saatnya akan kami buktikan bahwa itu murni jual beli,” ungkap Rizky.

Pihaknya sudah menyiapkan sejumlah saksi guna membantah hal tersebut. “Fakta-fakta itu akan kami uraikan pada saat pembuktian,” katanya.

Atas perbuatannya itu, Aa Umbara dinilai telah melanggar Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Juga Pasal 28 huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan sejumlah peraturan yang berkaitan dengan etika pengadaan barang/jasa.

Adapun pasal dalam dakwaan pertama yang menjerat Aa Umbara, pasal 12 huruf i yakni; “Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau pengawasan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.”

Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara dan minimal 4 tahun serta denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar.

0 Komentar