Prospek Kopi Arabika Gununghalu Potensial, Bisa Hidupkan 7.500 Keluarga

Prospek Kopi Arabika Gununghalu Potensial, Bisa Hidupkan 7.500 Keluarga
MINUM KOPI: Salah seorang penikmat kopi saat menikmati kopi arabika Gununghalu di kedai Java Sundanese milik Cep Nanang. EKO SETIONO/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

GUNUNGHHALU-Komoditas kopi arabika asal Kecamatan Gununghalu Kabupaten Bandung Barat (KBB), sangat potensial untuk bisa dikenal dan dikembangkan usai menyabet juara 2 dunia dalam Festival Kopi di Paris Prancis pada 2018 lalu.

Prestasi ini tentunya bisa mendongkrak terhadap kemajuan para petani kopi lokal. Sebab, kopi asal Gununghalu tidak hanya dikonsumsi di dalam negeri tetapi juga sudah menembus pasar internasional.

“Bagi saya pribadi, prestasi ini adalah sebuah tantangan. Gununghalu sudah terkenal sebagai penghasil kopi terbaik di dunia, tapi masyarakatnya masih awam, belum banyak yang percaya,” kata salah seorang petani kopi Gununghalu, Cep Nanang Saefudin, Jumat (30/8).

Baca Juga:Butuh Rp3,5 Miliar untuk Tahap Awal, Pencairan Anggaran Pilkada Dibagi Tiga TahapAep Syaepuloh Siap Tantang Petahana

Walaupun belum menyadari jika wilayahnya jadi penghasil kopi terbaik, Nanang mengatakan, lambat laun sudah banyak masyarakat yang mau menanam kopi di lahan Perhutani.

“Masyarakat belum sadar kalau wilayah kita ini punya potensi yang dicari orang luar, tapi justru orang asli sini yang belum peduli. Padahal, prospek kopi cerah, sebentar lagi banyak dibuka objek wisata baru di wilayah ini sehingga kopi dapat dijadikan sebagai oleh-oleh khas Bandung Barat,” bebernya.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) KBB tahun 2016, luas lahan tanaman kopi arabika di Bandung Barat yakni mencapai 1.727 hektare yang berada di 14 kecamatan. Berkat tanaman kopi ini juga mampu menghidupkan sekitar 7.500 keluarga.

“Peluang pemasaran kopi masih sangat terbuka. Apalagi kopi asal Bandung Barat tidak hanya dipasarkan di dalam negeri saja tapi juga sudah diekspor,” jelas Nanang yang mengaku sudah berhasil mengirim 30-50 kilogram biji kopi perbulan ke Belanda, Prancis dan Milan.

Semakin banyaknya orang yang gemar minum kopi, juga menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk membuat kedai. Hal ini pula lah yang mengilhami Nanang membuat kedai kecil-kecilan di samping rumahnya.

Nanang mengaku tak mau mematok harga tinggi untuk secangkir kopi yang dijualnya. Pembeli bisa menikmati secangkir kopi dengan harga murah bekisar dari harga Rp 5.000 sampai Rp 13.000.

“Harga segitu pun kadang ada yang protes, katanya terlalu kemahalan. Padahal kalau sudah dijual ke kota, harga secangkir kopi ini bisa sampai tiga kali lipat,” ujarnya.

0 Komentar