Kapolsek Pusakanagara Sempat Dilarang jadi Polisi, Disuruh jadi Imam Masjid

Kapolsek Pusakanagara Sempat Dilarang jadi Polisi, Disuruh jadi Imam Masjid
HIDUP SEDERHANA: Pengalaman menjadi seorang santri, Kapolsek Pusakanagara Kompol Syahidin dikenal hidu sederhana dan dekat dengan masyarakat. YOGI MIFTAHUL FAHMI/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Selama ia menjabat, ia dikenal kalangan masyarakat sangat dekat dengan berbagai lapisan masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, ormas Islam, Karang Taruna serta LSM.

“Dulu waktu di pesantren saya ketua IPPI, ketuanyan santri asal Pusakanagara di sana. Jadi saat ini banyak tokoh agama maupun tokoh masyarakat yang kenal dengan saya. Itu jadi salah satu yang mungkin membuat saya dikenal dekat,” jelasnya.

Sebab, selama ini, ia selalu mengedepankan sami’na waatona. Artinya, apa yang dilakukan selalu berpegamg pada alim ulama sebagai pewaris anbiya yang menurutnya memiliki sanad yang jelas.

Baca Juga:Seru! Gibas Open Grasstrack Diikuti 300 PebalapBayar Renminbi, Kembalian Dollar

“Patuh dan taat dan masehat alim ulama, tawadhu terhadap kiyai, selalu dengan penuh berkah dalam hidup dan kehidupan pribadi,” imbuhnya.

Bahkan saat di pesantren, salah satu kiyai berpesan padanya, ke manapun ia pergi jangan sampai meninggalkan shalat lima waktu. Sebab menurut pesan kiyai, sebagai fondasi hidup ketika terjun di tengah masyarakat akan berbagi rintangan dan tantangan yang selalu menghadang.

“Tidak akan suatu kebaikan dan kejelekan berjalan bersama, salah satunya pasti ada yang mengalah. Oleh karena itu, supaya kebaikan tidak terkalahkan jadi jangan tinggalkan salat lima waktu,” jelasnya.

Selama berdinas di kepolisian, ia hidup dengan pola sederhana. Bahkan ia lebih sering tinggal di asrama tempatnya berdinas ketimbang di rumahnya. “Hidup memang harus sederhana, tidak boleh sombong dan tawadhu terhadap senior. Terutama ilmunya para alim ulama,” jelasnya.

Meski kadang harus tinggal berjauhan dan hidup sederhana, nyatanya bersama istrinya Hartini ia mampu mengantarkan dua orang anaknya di Kejaksaan Medan serta putrinya juga telah berdinas di Ombudsman RI, Jakarta.

Ia sendiri mengakui bahwa apa yang dilakukannya semata-mata untuk mengabdi pada bangsa dan negara. Ia juga percaya, dengan samina waatona serta tawadhu terhadap alim ulama, hidup dan berkehidupan akan menjadi lebih tenang dan tentram meski banyak tantangan dan rintangan. Apalagi dalam waku dekat ia akan berpindah tugas kembali di Polda Jabar. “Ini pengabdian terakhir di kampung halaman saya sendiri,” tutupnya. (*/man)

0 Komentar