Menelisik Hubungan Geografi dan Bulan Ramadan

opini
opini
0 Komentar

Oleh: Yulia Enshanty, S.Pd (Mahasiswa Magister Pendidikan Geografi Universitas Siliwangi, Guru Geografi SMA di Kabupaten Sukabumi)

Geografi berasal dari bahasa Yunani, Geo yang artinya bumi dan Graphien yang berarti tulisan. Sehingga geografi dapat diartikan tulisan tentang bumi atau deskripsi bumi.

Sedangkan, definisi geografi menurut Ikatan Geografi Indonesia (IGI) adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan lingkungan dalam konteks keruangan.  Definisi geografi tersebut merupakan hasil seminar IGI yang berlangsung di Semarang pada tahun 1988. Kajian geografi adalah hubungan manusia dan lingkungannya.

Baca Juga:Peran Penting Sekolah dalam Menciptakan Lingkungan Kerja yang SehatTelkomsel Berkolaborasi dengan bank bjb dan Bank DKI untuk Hadirkan Layanan Paket Lengkap

Bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam kalender Hijriah. Pada bulan ini, umat Islam di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa dari fajar hingga matahari terbenam. Secara umum, geografi dan bulan Ramadhan mungkin terlihat seperti dua hal yang tidak berhubungan, namun ternyata keduanya memiliki kaitan yang menarik. Dalam geografi dipelajari tentang rotasi dan revolusi bumi, dengan mempelajari ini kita bisa mengetahui lamanya waktu berpuasa di suatu wilayah.  Rotasi bumi dan revolusi mengelilingi matahari mempengaruhi lamanya waktu siang dan malam.

Negara-negara di Eropa yang terletak jauh dari garis khatulistiwa akan mengalami waktu puasa yang lebih lama saat musim panas karena siang hari yang lebih panjang. Sebaliknya, negara-negara di belahan bumi selatan umumnya memiliki durasi puasa yang lebih singkat dibandingkan dengan negara-negara di belahan bumi utara saat musim panas. Sementara itu, negara-negara di dekat garis khatulistiwa seperti Indonesia cenderung memiliki waktu puasa yang lebih seimbang antara siang dan malam. Pada Ramadhan 1445 Hijriah, lama waktu puasa di belahan Bumi Utara berkisar 12-18 jam, belahan Bumi Selatan antara 10-16 jam, dan di Indonesia 12-13 jam

Kondisi geografis suatu daerah bisa mempengaruhi tradisi yang muncul selama bulan Ramadhan. Misalnya, di daerah dengan suhu udara yang lebih dingin, mungkin akan ada tradisi sahur dengan makanan yang lebih hangat. Roti tawar dengan sup hangat atau bubur gandum menjadi pilihan populer di wilayah-wilayah seperti ini, karena dapat memberikan kehangatan dan energi yang dibutuhkan untuk menjalani puasa di tengah udara yang sejuk. Di sisi lain, di daerah yang panas, masyarakat mungkin akan memilih makanan yang lebih ringan dan menyegarkan untuk sahur. Buah-buahan segar, yoghurt, atau hidangan dingin seperti salad umumnya bisa menjadi pilihan yang lebih diminati untuk membantu menjaga tubuh agar tetap terhidrasi dan terjaga dari dehidrasi selama hari berpuasa di bawah matahari yang terik.

0 Komentar