Menyambut Musim Hujan yang Tidak Segera Datang dan Resiliensi

Menyambut Musim Hujan yang Tidak Segera Datang dan Resiliensi
0 Komentar

Oleh:

1.Agus Prasmono, M.Pd. (Alumnus Departement Geografi UM)

2.Drs.Priyono,MSi (Dosen senior pada Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

 

Menjelang akir musim kemarau ini, suhu di daerah Jawa semakin meningkat drastis seiring dengan pergerakan matahari menuju garis balik selatan, bahkan seminggu yang lalu suhu udara di seputaran kota Ponorogo sampai 40 derajad celcius, yang selama ini belum terjadi suhu ekstrim itu. Di tempat kami bekerja (Kec.Parang Magetan) yang selama ini dikenal dengan suhu yang nyaman dan sejukpun, suhu bisa mencapai 37 derajad yang yang melebihi kota Surabaya waktu normal. Lereng lawu yang selama musim kemarau selalu berhembus angin dari arah tenggara sehingga cuaca nyaman namun yang terjadi kebakaran hutan di hampir seluruh sisi Gunung Lawu yang terkenal hijau dan segar itu. Ini semua tentunya tidak bisa dilepaskan dari kondisi cuaca yang menyengat dan ekstrim tersebut. Maka tepatlah jika World population data sheet 2023 tahun ini mengambil tema atau highlights dua kata yaitu kerentanan iklim dan resiliensi. Data tentang dampak dari kerentanan bagi negara di dunia telah disajikan secara jelas dengan angka, berarti kita juga tahu ujung dari upaya resiliensi atau kemampuan penduduk untuk mengadaptasi kondisi perubahan tersebut.

Kondisi semacam ini jelas bukan hanya terjadi secara parsial di Indonesia, namun seluruh dunia mengalaminya.  Kawasan Asia Pasifik banyak yang mengatakan itu semua adalah akibat El Nino yang sekarang sedang menerpa kawasan tersebut. Penyebabnya  bukan itu saja tentunya, WMO (World Meteorogical Oraganisation) pada saat Konferensi Perubahan Iklim tahun 2022 lalu di Mesir, sudah memberi warning bahwa suhu dunia semakin tidak bersahabat di semua negara akibat pemanasan global, efek rumah kaca, gas buang industrialisasi yang semakin tinggi dan beberapa variabel lain ikut mensuplai penyebab tersebut.  Bumi sebagai ruang hidup (libenstraum) semakin tidak nyaman bagi penghuninya. Tetapi mau kemana lagi? Belum lagi kondisi cuaca ekstrim semacam ini sangat mungkin diikuti bencana hidrometeorologi yang juga semakin mengerikan. Banjir, tanah longsor, naiknya permukaan air laur, kekeringan, kebakaran hutan menjadi berita sehari-hari yang semakin tak dirasa namun dampaknya semakin terasa. Pemakaian AC di ruang hunian semakin tinggi untuk mencari kenyamanan sesaat, namun dampaknya juga memanaskan udara yang ada di luar ruangan tersebut.

0 Komentar