Big House: Istana Tuan Tanah Subang di Masa Lalu

0 Komentar

OLEH: Anggi Agustian J
Dosen

Dalam menjalankan roda pemerintahannya sekaligus penjajahan di Subang pada masa lalu, seorang tuan tanah sudah seharusnya memiliki tempat tinggal yang nyaman, besar, dilengkapi fasilitas yang lengkap, dan sebagainya layaknya istana kepresidenan milik presiden. Sejarah mencatat bahwa ternyata hal tersebut memang benar adanya. Rumah tuan tanah bak istana kepresidenan tersebut diberi nama Big House.

Sejak P.W. Hofland memindahkan ibukota Kabupaten Subang (saat itu bernama Pamanoekan en Tjiassemlanden) dari Tengeragoeng di Distrik Segalaherang ke Kota Subang, rumah tuan tanah atau Big House tidak pernah pindah meskipun penguasanya terus berganti mengikuti irama waktu yang bergerak maju. Rumah itu menjadi simbol kekuasaan penguasa Subang layaknya presiden sebagai kepala negara.

Sampai saat ini, masyarakat Subang menganggap bahwa rumah tua yang terletak di Jalan Ade Irma Suryani (dekat dengan bimbel GO) adalah Big House. Disanalah para penguasa Subang beraktifitas sekaligus beristirahat. Di tempat itu juga berbagai kebijakan lahir.

Baca Juga:Kyai NU Kembalikan Anggaran Hari Santri, Jimmi: Saya Tidak Bisa Berbuat BanyakDisdik Tunggu Penjelasan PUPR Terkait Amruknya Gedung SDN Kalangsurya II

Akan tetapi, sebagian masyarakat menyangsikan anggapan tersebut. Pasalnya, rumah itu tidak lebih besar dari rumah-rumah tua lainnya. Seharusnya rumah tuan tanah lebih besar dari rumah-rumah bawahannya meskipun sama-sama orang Eropa.

Kesangsian sebagian masyarakat akhirnya terjawab setelah ditemukannya sumber berupa townplan yang menyebutkan bahwa lokasi Big House yang sebenarnya adalah tepat di dalam sebuah lapangan yang kini dikenal sebagai alun-alun. Sementara itu, rumah tua yang tadinya dianggap Big House tidak lain hanya rumah biasa yang ditinggali orang Eropa bawahan dari tuan tanah.

Pendirian Big House tidak dapat dipisahkan dari budaya yang berkembang di Hindia-Belanda saat itu yaitu budaya indische. Budaya ini lahir karena adanya akulturasi budaya antara budaya Eropa dan budaya Indonesia. Orang Eropa ingin membangun rumah serupa atau paling tidak mirip dengan rumah-rumah yang ada di Belanda sebagai upaya untuk melepas rindu dengan kampung halamannya. Akan tetapi, keinginan itu bertabrakan dengan iklim, teknologi, dan bahan bangunan yang berbeda dengan negeri asalnya. Akibatnya, percampuran budaya tersebut kemudian melahirkan gaya baru dalam dunia arsitektur yang oleh para arsitek disebut dengan Indische Empire Style.

0 Komentar