Hardiknas dan Ironi Nasib Guru

Hardiknas dan Ironi Nasib Guru
0 Komentar

Oleh : Didin Tahyudin

Mahasiswa STAI Miftahul Huda Subang

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) merupakan salah satu hari besar nasional yang yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia setiap tanggal 2 Mei. Hardiknas sengaja diperingati untuk mengingatkan kita akan lahirnya Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan di Indonesia sekaligus pendiri lembaga pendididkan Taman Siswa. Pada tahun ini Hardiknas diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia dengan penuh suka cita. Adapun pelaksanaan upacara bendera di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dari tingkat kecamatan hingga pusat, disertai dengan penyampaian pidato bertema pendidikan oleh pejabat terkait.

Pada tahun 2019, tema yang diangkat adalah Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan. Pada hari selasa, 30 April 2019, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menggelar sebuah talkshow. Dalam kesempatan itu, Kemdikbud mengangkat isu Teknologi Pendidikan dan peran pendidikan pada Revolusi Industri 4.0.

Wajah pendidikan bangsa ini adalah gambaran dari wajah pendidikan masa silam yang tidak lepas dari jasa para pahlawan republik Indonesia. Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda. Ia dikenal karena keberaniannya menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya untuk bisa mengenyam bangku pendidikan. Hardiknas sendiri ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.

Baca Juga:Polsek Pamanukan Siapkan Sarana dan Prasarana PemudikGuru Sekolah Angkasa Kalijati Mengikuti Tes UKG Tahap III

Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda. Ia pun kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani (“di belakang memberi dorongan”), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia pun wafat pada tanggal 26 April 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Di sisi lain, persoalan pendidikan di negeri ini seolah- olah tidak akan ada habisnya, ibarat musim yang datang silih berganti. Bangsa yang abai terhadap guru akan sulit maju karena kualitas generasi penerus ditentukan oleh guru—selain orangtua dan pemerintah. Sinergi antara ketiga pihak tersebut memang sangat mudah untuk diucapkan, tapi sulit untuk diterapkan dalam praktiknya. Pemerintah masih terkesan setengah hati untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan guru dalam beragam aspeknya.

0 Komentar