Metaverse

Belajar Filsafat
0 Komentar

 

Pojokan 81

Transportasi dan teknologi informasi menderek proses mobilitas bahkan imaginasi manusia yang semakin intensif. Meninggalkan batas-batas geografis, fisik, kultural malar-malar agama. Jaman getek, bambu untuk mengantar manusia melewati tubuh liquid sungai berwarna hitam -sisa jelaga dan buangan pabrik dan manusia tak tahu diri, telah lama berganti jembatan virtual-internet. Dibangun untuk memuaskan naluri pakansi imaginatif, efisiensi dan hasrat. Sebab jembatanpun -baik yang di darat, laut, yang melayang atau maya adalah penyambung lidah. Setaraf makelar tanah atau makelar-makelar lainnya.

Seiring waktu dan perkembangan manusia, teknologi -mesin dan internet menjadi sangat penting dan dominan. Seumpama pentingnya seorang ibu bagi orok merah. Tak bisa lepas, ketergantungan yang amat. Dunia mendadak berhenti, bila tak ada mesin dan internet. Bak kendaraan kehabisan minyak.

Cara kerja dan nilai-nilai seorang ibu, mempengaruhi ritme kehidupan dan norma-norma yang terbentuk pada anak-anaknya. Tak beda dengan media sosial sebagai salah satu anak kandung teknologi informasi. Dia begitu berkuasa mengatur cara hidup manusia dan memorak-morandakan norma dan budaya malahan agama. Seolah adonan kue yang ditangan chef alias tukang masak. Tak berarti, kehalusan tepung terigu, manisnya gula, gurihnya mentega, kuning telur dan segala macam bahan-bahan lainnya, terkulai, diaduk-aduk sang chef.

Baca Juga:Harga Minyak Goreng Rp. 14.000 Sampai Kapan? Begini PenjelasannyaPlat Nomor Berubah Warna, Hitam Jadi Putih Mulai 2022

Internet adalah jiwa dari teknologi informasi. Jiwa itu kini coba dibangkitkan dalam imaginasi yang lebih nyata. Imaginasi yang mendobrak sekat geografis, fisik, politik dan agama. Imaginasi maya itu mewujud dalam virtual reality (VR). Ruang virtual-maya yang diciptakan dan dijelajahi bersama. Dimana masyarakat bisa berinteraksi secara sosial, ekonomi, politik, tanpa bertemu langsung di ruang fisik yang sama. Itulah metaverse, wujud internet baru.

Di dunia metaverse, memungkinkan setiap individu untuk bergerak, berbicara hingga melakukan kegiatan dengan bebas. Termasuk transaksi ekonomi dan politik.  Mata uangnya Crypto, Bitcoin, Ethereum (ETH), Stellar Lumens (XLM), yang terotorisasi. Metaverse menjadi alternatif untuk menjadi warga dunia. Sekat-sekat teritorial menjadi tak ada. Tercabut dan entah teronggok dimana.

Dunia metaverse heboh ketika Sutan Gustaf Al-Ghazali, mendadak kaya.  Mahasiswa dari Semarang ini berhasil menjual swafoto atau selfie dirinya di NTF (Non Fungible Token) dengan harga miliaran rupiah, melalui market place Opensea.

0 Komentar