Nasibmu Pak Petani Cabe, Bak Tikus Mati di Lumbung Padi

Nasibmu Pak Petani Cabe, Bak Tikus Mati di Lumbung Padi
0 Komentar

Oleh : Nurmaya

Awal bulan agustus kemarin sempat beredar video viral seorang petani cabai yang mengamuk dan merusak kebun miliknya. Di duga kesal akibat anjloknya harga cabai di pasaran petani tersebut melampiaskan kemarahannya dengan cara menginjak-injak tanaman cabai di kebunnya. Beragam reaksi netizen menanggapi video tersebut. Ada yang geram karena di anggap makin merugikan diri sendiri, tidak sedikit pula yang simpati sekaligus mempertanyakan kebijakan impor padahal data produksi cabai menunjukkan produksi cabai nasional masih surplus.

Cabe adalah salah satu primadona kuliner di Indonesia. Karena berbagai masakan Indonesia menjadikan cabai sebagai salah satu kondimennya. Dan hampir bisa dipastikan bahwa cabai di nikmati berbagai kalangan lini masyarakat, mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Dari rakyat jelata hingga kelas sosialita. Maka cabai merupakan komoditas vital yang memiliki nilai yang cukup tinggi di Indonesia. Dengan nilai konsumsi yang sangat besar baik di rumah tangga mupun industri dan senantiasa naik setiap tahunnya.

Berdasarkan data yang di keluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO) pada 2018, Indonesia adalah Negara penghasil cabai terbesar ke-empat di dunia. Hal ini juga di dukung oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur yang pada akhir tahun 2020 merilis Analisis Data Cabai Provinsi Jawa Timur 2019. Data tersebut menunjukkan bahwa Jatim adalah salah satu provinsi penghasil cabai terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 104.677 ton dari luas area panen sekitar 12.190 hektare (ha). BPS juga mencatat produksi cabai nasional pada 2020 mencapai 2,77 ton. Yang mana angka ini naik 183,96 ribu ton atau 7,11 % di banding tahun sebelumnya.

Baca Juga:Mengapa Lunak terhadap Pelaku Kekerasan Seksual?Islam Mewujudkan Keharmonisan Keluarga Ditengah Krisis

Seharusnya dengan angka konsumsi yang tinggi dari mayarakat serta dukungan produksi yang cukup di dalam negeri pemerintah bisa menjaga stabilitas ketersediaan produksi sekaligus stabilitas harga pasar yang menjamin keselamatan bagi para petaninya. Sehingga selaras antara kebutuhan dan produksi.

Tetapi faktanya telah terjadi berkali kali fluktuasi harga cabai di pasaran.
Di akhir tahun 2020 para ibu di hantui oleh naiknya harga cabai yang sangat “pedas” sampai menjadikan cabai sebagai suatu komoditi yang mustahil di jangkau oleh kalangan bawah. Dan sekarang di paruh kedua 2021, petani yang di hantam oleh turunnya harga cabai yang meluncur deras sampai menyentuh harga Rp 2.500 – 3000 per kilo.

0 Komentar