Pajak Menjadi Tulang Punggung Ekonomi, Kezaliman Nyata Terhadap Rakyat

cara bayar pajak online
0 Komentar

Oleh Silmi Dhiyaulhaq, S.Pd.
Pemerhati Kebijakan Publik

Indonesia semakin mengukuhkan diri menjadi negara kapitalis. Hal ini terlihat dari kebijakan ekonomi yang diambil menjadikan pajak dan utang sebagai pos penerimaan negara yang utama dalam APBN. Pada 2019, penerimaan pajak tercatat sebesar 82,5 persen dari total pendapatan negara. Artinya, segala ongkos yang dibutuhkan pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan dan menyediakan akses layanan dasar bagi masyarakat, sangat bergantung pada penerimaan pajak.
Terkait hal ini, tak heran kini ada wacana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sejumlah kebutuhan masyarakat, termasuk di antaranya sembako dan sekolah. Rencana kebijakan ini bakal tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam draf revisi UU Nomor 6, pengenaan pajak itu diatur dalam Pasal 4A tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) (cnnindonesia.com, 12/6/2021).

Mengutip draft RUU, sembako yang dikenakan PPN adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Dalam RUU KUP juga menghapus beberapa barang tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai pajak. Hasil tambang yang dimaksud tidak termasuk hasil tambang batu bara. Pemerintah juga menambah objek jasa baru yang akan dikenai PPN. Di antaranya, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi. Lalu, jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos (Kompas, 11/6/2021).

Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo angkat suara. Dia menilai rencana kebijakan tersebut bertentangan dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosail bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, sektor sembako dan pendidikan sangat erat kaitannya dengan naik turunnya inflasi
(antaranews.com, 13/6/2021).

0 Komentar