Racun Kesetaraan Gender

Racun Kesetaraan Gender
0 Komentar

Oleh: Fathimah Bilqis, S.Pd

Fourth World Conference on Women (Konferensi Dunia Keempat terhadap Perempuan) terselenggara di Beijing, China, pada 4 – 15 September 1995 silam. Dalam konferensi tersebut terhasilkan sebuah dokumen yang dikenal dengan Beijing Platform for Action (BPfA). Sebuah resolusi yang diadopsi lembaga Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nation Women (UN Women). Konferensi perempuan Internasional ini membahas mengenai pemberdayaan perempuan, yang bertujuan untuk meningkatkan hak-hak kaum perempuan melalui konsep kesetaraan gender.

Deklarasi ini diadopsi oleh 189 negara, termasuk belasan negeri-negeri muslim. Konsep kesetaraan gender dalam dokumen BPfA membahas 12 bidang perhatian kritis, yaitu: (1) Perempuan dan Kemiskinan; (2) Pendidikan dan Pelatihan Perempuan; (3) Perempuan dan Kesehatan; (4) Kekerasan terhadap Perempuan; (5) Perempuan dan Konflik Bersenjata; (6) Perempuan dan Ekonomi; (7) Perempuan dalam Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan; (8) Mekanisme Institusional untuk Memajukan Perempuan; (9) Hak Asasi Perempuan; (10) Perempuan dan Media; (11) Perempuan dan Lingkungan; dan (12) Anak Perempuan.

Tahun 2020 ini merupakan tahun ke-25 setelah Deklarasi Beijing ini disepakati. Setiap 5 tahun sekali dilakukan evaluasi mengenai hasil pencapaian Deklarasi tersebut di negara-negara yang bersepakat. Deklarasi ini mendorong negara untuk memformulasikan strateginya dalam seluruh kebijakan hukum dan berbagai program di semua aspek kehidupan untuk memasukan perspektif kesetaraan gender.

Baca Juga:KM- Politeknik STTT Bandung Resmi Tunda PemiluCorona, Distance Learning, dan Pendidikan Karakter

Perkembangan BPfA +25 Indonesia

Komnas Perempuan sebagai lembaga HAM Nasional dengan mandat spesifik penghapusan kekerasan terhadap perempuan ikut melakukan evaluasi dalam forum pemerintah untuk BPfA +25. Selain mereka jaringan NGO (Non Government Organization) atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarkat) perempuan pun turut hadir dalam evaluasi tersebut antara lain GPPI (Gerakan Perempuan Peduli Indonesia) dan Kalyanamitra.

Dalam laporan Komnas Perempuan dalam 5 tahun terakhir: (1) tahun 2019 tercatat 406.178 kasus; (2) tahun 2018 tercatat 348.466 kasus; (3) tahun 2017 tercatat 259.150 kasus; (4) tahun 2016 tercatat 321.752 kasus; dan (5) tahun 2015 tercatat 293.220 kasus. Kasus-kasus tersebut baik meliputi ranah personal, komunitas maupun negara. Ranah personal seperti meningkatnya angka kekerasan terhadap anak perempuan pada 2019 artinya rumah bagi anak perempuan sudah tidak aman lagi. Ranah komunitas pada tahun 2019 seperti kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 3.915 kasus, pencabulan 1.136 kasus, perkosaan 762 kasus dan pelecehan seksual 394 kasus. Serta ranah negara yaitu kasus penggusuran dan pelecehan seksual pada WHRD (Women Human Right Defenders, pendamping korban) dan korban saat memperjuangkan wilayah kelolanya (2019).

0 Komentar