Refleksi Akhir Tahun 2019: Berhenti Berharap Pada Rezim Ingkar Janji

Refleksi Akhir Tahun 2019: Berhenti Berharap Pada Rezim Ingkar Janji
0 Komentar

Oleh: Herawati Hartiyanti Lestari, S. Hum
Aktivis Muslimah Pantura Subang

Dua ribu sembilan belas sempat menjadi tahun yang menegangkan sekaligus tahun penuh harapan. April tepatnya, saat gejolak pilpres memanas antara dua kubu yang sangat bersemangat memenangkan kekuasaan. Begitupun masyarakat yang bahkan saling serang untuk memenangkan jagoannya. Tak lebih, masyarakat hanya berharap perubahan.

Hingga akhirnya terpilih Jokowi untuk kembali memimpin negeri ini. Setidaknya ada 66 janji-janji politik yang tercatat media sejak 2014, yang beliau janjikan menuju Indonesia lebih baik. Mulai dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, kesehatan gratis, swasembada pangan dan masih banyak lagi (kompasiana 27/01/2019).

Nahas jika kita lihat realitas hari ini. Janji tinggal janji, rakyatpun tak mendapatkan apa yang selama mereka nanti. Sampai ada yang mengatakan bahwa pemeintahan ini layak masuk rekor MURI, karena begitu banyak janji namun minim realisasi.

Baca Juga:Rumahnya Dibedah BRI, Juju Berlinang Air Mata BahagiaPemdes Tanjungwangi Prioritaskan Infrastruktur

Pertumbuhan ekonomi misalnya, angka 7% yang dijanjikan sejak 2014 itu nyatanya hanya mampu merangkak sampai 5,17% di akhir masa jabatannya. Angka ini meleset dari target yang ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABNP) 2018 sebesar 5,4% (Detik, 6/2/2019).

Selain kegagalan dibidang pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran pun jauh dari target. Meskipun tingkat kemiskinan sudah di angka satu digit, namun pencapaian pemerintah mengenai tingkat kemiskinan masih belum memenuhi target RPJMN 2015-2019.

Bank dunia dalam laporan terbarunya mengatakan, sebanyak 6 provinsi di Indonesia justru mengalami peningkatan kemiskinan. Utamanya di kawasan Timur Indonesia, dengan provinsi Papua yang tertinggi sebesar 27,5 persen. Angka ketimpangan itu sangat signifikan, mengingat Jakarta memiliki tingkat kemiskinan terendah, yakni sebesar 3,5% (Kompas, 10/10/2019).

Belum lagi jika berbicara mengenai janji kesehatan gratis. Programnya yang dijalankan melalui BPJS tak mampu memuaskan semua kalangan. Bagaimana bisa program kesehatan gratis namun tetap dipungut iuran setiap bulannya. Bahkan makin kesini makin naik tagihannya. Belum lagi kebijakan pelayanannya yang terus berubah-ubah sehingga hanya beberapa penyakit saja yang dilayani dengan BPJS.

Pada 2014 Jokowi berjanji akan membuat Indonesia swasembada pangan saat terpilih. Namun nyatanya beras lebih banyak didapatkan dari hasil impor daripada beras lokal hasil petani pribumi. Jelas ini lebih menguntungkan mitra asing daipada mensejahterakan petani sendiri. Tercatat Jokowi melakukan impor beras sebanyak 2,8 juta ton dan jagung sebanyak 100 ribu ton di tahun 2018 dan 180 ribu ton di 2019 (Detik, 15/2/2019).

0 Komentar