UTOPIA HAM

UTOPIA HAM
0 Komentar

Penulis : Ramadhan Astari
Universitas Katolik Parahyangan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

Demokrasi dan penegakkan HAM telah memberikan efek positif dalam kehidupan bermasyarakat, seperti kita bisa bebas berpendapat, bebas memilih dan lain lain. Demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuatan, hal itu telah mencerminkan kondisi kita sekarang dimana masyarakatlah yang memiliki kekuatan terbesar dalam menggerakan suatu kehidupan. Namun apakah setiap individu masyarakat layak mendapatkan kekuatan yang dimaksud dari Demokrasi tersebut? Dan apakah masyarkat memahami HAM dengan baik?

Demokrasi dan HAM saling berkaitan Karena tanpa ditegakkannya HAM sebuah Demokrasi tidak akan bisa berjalan. Fakta yang mengiringi kedua hal tersebut ialah Individu merasa lebih superior dibandingkan individu lainnya, hal tersebut bukanlah sebuah hal yang rahasia semua golongan masyarakat terutama di Indonesia pernah atau bahkan selalu mengalaminya. Masyarakat berteriak tentang penegakkan HAM dengan lantang, masyarakat mempertanyakan Demokrasi negara ini dengan keras, tanpa disadari kita telah melakukan diskriminasi kepada individu lainnya.

Baca Juga:Rohimat, Ruhimat dan Harapan BaruBupati dan Wabup Kompak Gorol Bersihkan Sungai Cipanggilingan

Kondisi Indonesia saat ini telah memasuki tahap maniac HAM dan Demokrasi yang menyebabkan semua masyarakatnya menginginkan didengarkan. Masyarakat sering melakukan penghinaan kepemerintahan negara atas dasar mengkritisi tanpa etika dengan mengatasnamakan kebebasan Demokrasi merupakan sebuah contoh penyimpangan Demokrasi telah terjadi di Indonesia. Individu merasa mereka berhak berpendapat apa yang mereka suka tanpa memikirkan perasaan lainnya hal tersebut telah merusak makna dari HAM dimana manusia memiliki hak pribadi yang dimiliki sejak lahir seperti diperlakukan baik dan lain lain. Ketika sebuah Demokrasi tidak ditopang oleh pemahaman tentang HAM yang terjadi hanyalah sebuah proyeksi atas Ego setiap individu untuk didengarkan. Ketika sudah mencapai ciri ciri tersebut maka sebuah negara yang mengatasnamakan “demokrasi” menjadi sebuah negara yang berisi sebuah pemikir “utopis” saja. (*)

0 Komentar