Paper Asset, Saham untuk Generasi Milenial

0 Komentar

Nabung Saham
Pola pikir investasi dalam bentuk saham yang sebelumnya seram, penuh risiko, susah dan berbagai stigma negatif harus segera dihilangkan. Karena selain menginvestasikan aset, kita juga secara tidak langsung bertanggung jawab sebagai pemilik perusahaan tersebut. Analoginya seperti membuka coffee shop. Misalnya, jika ada dua orang bekerja sama membuka coffee shop. Orang I menyetorkan modal awal 75% sementara orang II menyetorkan modal awal 25%. Jika mereka sama-sama bekerja dan akhirnya memperoleh keuntungan, keuntungannya akan dibagi 75:25. Orang I mendapatkan 75% dari keuntungan dan orang II mendapatkan sisanya yaitu 25%.

Pembagian keuntungan ini, di pasar modal biasa disebut deviden. Hanya saja di pasar modal pembagian deviden melalui proses akuntansi, yang akan menentukan besaran deviden diterima investor dari setiap lembar saham yang dimilikinya. Lebih lanjut kita akan berkenalan dengan cummulative date, right issue, stock split dan lain lain.

Jika suatu hari orang I dan orang II berselisih. Kemudian orang II memutuskan keluar dari usaha coffee shop. Maka, 25% dari aset coffee shop saat itu akan dibawa pergi oleh orang II, atau mungkin akan dijual ke I atau ada orang ke III yang membeli. Di pasar modal peristiwa seperti ini disebut trading. Kita bisa melakukan aksi menjual saham yang kita miliki, atau membeli saham orang lain yang sedang dijual. Nantinya secara bertahap, kita akan berkenalan dengan istilah volume, likuiditas, LQ 45, saham lapis kedua, dan seterusnya. Prinsipnya sesederhana itu.

Baca Juga:Dindin Nugraha: Seni Sebagai Ekspresi IdeFutsal Agustusan Antar Instansi

Namanya bisnis pasti ada turun dan naik. Selama saham yang dipilih adalah berfundamental baik/memiliki performa yang baik, tentu akan menghasilkan keuntungan, seperti halnya kasus coffee shop tadi. Jika kopi yang dijual laku maka dia untung, sebaliknya tak laku maka rugi. Ilustrasi coffee shop tadi, meski dagangan kopinya tidak laku, barang dagangannya masih tetap ada.

Dia bisa saja menjual kopinya dengan harga diskon agar cepat laku. Begitu pun dengan saham, ketika nilai saham turun maka investor bisa saja menjualnya dengan harga rendah alias merugi. Kalau kopinya enak, banyak yang beli, harga kopinya bisa naik. Harga saham sangat mungkin juga naik. Beda sama berjudi, ketika dia kalah maka dia tak dapat apa-apa, harta/asetnya akan habis. Mari kita dukung kampanye yang telah dicanangkan oleh pemerintah dengan slogan Yuk Nabung Saham. (*)

Laman:

1 2 3
0 Komentar