Paradoks Memaknai Realita, Menandai Psikolinguistik Publik

Paradoks Memaknai Realita, Menandai Psikolinguistik Publik
Elang Ki Maung
0 Komentar

Dia menambahkan manusia melihat dunia selalu sebagai konteks atau sebagai fragmen tertentu yang paling pas di hatinya dan paling sesuai dengan yang ada dalam anggapan berpikirnya. Fragmen itu seperti kaca mata berwarna, akan hijau jika kacamatanya berwarna hijau, akan merah jika kacamata itu berwarna merah. “Realita berwarna hijau jika manusia memahami dunianya dengan perspektif kacamata hijau. Demikianlah seterusnya,” ungkapnya.

Dia pun menjelaskan bahwa keseluruhan kenyataan memang terlalu rumit untuk dijelaskan. Manusia itu terbatas pada kemampuannya memahami realita dengan kacamatanya. “Kalau kita ingin menjadi manusia yang memahami kenyataan secara lebih ‘kaya’ dari orang kebanyakan (orang yang hanya menggunakan satu atau dua kacamata-perspektif), maka kita harus banyak mengoleksi kacamata dengan berbagai warna. Jujur pada dunia, berdamai dengan kehidupan. Kita hadapi kenyataan dengan sifat manusia yang sebenar-benarnya, coba pahami dunia dengan perspektif yang lebih luas, agar diri tidak terkungkung dalam sempitnya pemahaman yang diberikan satu macam kacamata warna.(ygo/sep)

Laman:

1 2
0 Komentar