Pendidikan pada era Disrupsi

Pendidikan pada era Disrupsi
0 Komentar

Khususnya kurikulum yang menjadi dasar dan pegangan bagi murid haruslah diperhatikan serta metode pembelajaran yang telah dijelaskan diatas. Evaluasi pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk kemajuan pendidikan di era disrupsi teknologi, sehingga perlu dilakukanoleh setiap lembaga pendidikan khususnya di Indonesia.

Dunia pendidikan mengalami perubahan yang dikuasai oleh perkembangan teknologi, sehingga diharuskannya merancang kurikulum dan metode pembelajaran yang berbeda dan bahkan berbeda dari yang sekarang diterapkan. Perkembangan dalam metode pembelajaran yang telah menggeser peran guru sebagai sumber (Kompas.com, https://edukasi.kompas.com/read/2019/09/03/15390441/3-tantangan-pendidikan-eradisrupsi-teknologi-apa-saja?page=all. (Di akses 19 September 2019) 7 Fauzi, H., Islam, U., Sunan, N., & Yogyakarta, K. (2017).

Disrupsi pada dunia pendidikan merupakan konsekuensi dari munculnya era revolusi industri 4.0. Ciri utama pendidikan dalam revolusi industri 4.0 adalah pemanfaatan teknologi digital dalam proses belajar mengajar (cyber system), sehingga pewarisan ilmu pengetahuan dan kompetensi dapat berlangsung secara kontinu tanpa harus selalu bertatap muka di kelas dengan kata lain, materi ajar dapat sampai ke peserta didik setiap saat, tanpa terbatas ruang dan waktu. Ada beberapa teknik pelaksanaan Pendidikan 4.0 yaitu, (1) Menyiapkan  perangkat teknologi digital untuk pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM), (2) Menyiapkan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman, dan (3) Memastikan tenaga pendidik mempunyai kecakapan dalam memanfaatkan IT untuk pembelajaran. Adanya akses internet, memudahkan siswa dalam mengakses informasi maupun konten hiburan. Mereka dapat menemukan apa saja di dunia maya, sesuai dengan kesenangan dan keinginannya. Fakta ini menimbulkan ketergantungan akut terhadap internet. Belum lagi keterbatasan situasi saat ini, yang mengurangi kesempatan mereka untuk terlibat dalam diskusi ‘nyata’ bersama teman sebaya.

Baca Juga:Ridwan Kamil Beri Bantuan Pembangunan Masjid di DepokUlama Lulusan English for Ulama Jadi Khatib Salat Tarawih Berjemaah di Depok

Pada akhirnya, mereka cenderung mudah skeptis dan memiliki ketertarikan untuk menyendiri. Keadaan seperti ini berpotensi mengurangi hubungan humanis antara guru dengan murid. Sebab, perannya telah banyak tergantikan oleh teknologi. Selain itu, kepekaan dan kemampuan bersosial anak juga terancam terdegradasi. Egosentris akan sangat mudah tumbuh jika akses terhadap lingkungan, berkurang atau terbatas.

Fenomena disrupsi pembelajaran ini muncul dan dihidupi oleh peserta didik itu sendiri. Sebagai generasi neo-milenial, mereka memiliki kecendrungan individualistis, berjiwa bebas, mampu multitasking, dan tentunya sangat akrab dengan teknologi. Dengan kondisi tersebut, peserta didik secara otomatis akan mudah larut pada pusaran disrupsi. Pendidikan secara umum akhirnya mengalami pergeseran karena disrupsi pembelajaran. Bagaimanapun juga, internet maupun media online hanyalah tools untuk belajar. Konten internet bisa saja membuat siswa mengetahui segala hal, namun tidak cukup mampu untuk membekalinya kecerdasan sosial dan emosional. Maka, tantangan guru saat ini tidak hanya mampu menggiatkan inovasi pengajaran, tetapi juga menguatkan literasi digital pada keseharian peserta didik.

0 Komentar