Kisah Perjuangan Hernawan, Pengrajin Ukiran Subang hingga Ekspor ke Luar Negeri

Kisah Perjuangan Hernawan, Pengrajin Ukiran Subang hingga Ekspor ke Luar Negeri
SUKSES: Hernawan memberikan berpose di hadapan mobil kontainer yang akan mengangkut sekitar 6.300 pcs kerajinan tangannya. INDRAWAN SETIADI/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Keunggulan Ukiran Kayu Lame dan Masa Kejayaannya

Kabupaten Subang merupakan salah satu sentra patung ukiran kayu, dimana usaha produksinya dengan jenis komoditi miniatur binatang. Salah satu pengrajin di Kampung Nagrog Desa Sukamulya Pagaden, mengembangkan ukiran kayu solder yang memiliki keunggulan tersendiri.

Laporan INDRAWAN SETIADI, Pagaden

Ukiran yang menggunakan kayu lame sebagai bahan bakunya, memiliki banyak keunggulan. Selain mempunyai tekstur permukaan yang lembut, pori-pori relatif kecil, mudah dibentuk, dan mempunyai daya tahan yang tinggi sehingga sangat sesuai dengan cara pemberian motif untuk produk ukiran kayu.

Jenis komoditi ukiran kayu lame, antara lain, miniatur bebek, kura-kura, macan, sisingaan, golek dan masih banyak jenis miniatur binatang lainnya. Sesuai dengan jenis pesanan dari buyer, sempat mengalami kejayaan dari tahun 90an. Bahkan, dalam satu minggu sekali dulu, diketahui para pengrajin Subang berhasil mengirim satu kontainer dengan tujuan berbagai negara. Hingga salah satu kampung di Pagaden dikenal dengan istilah kampung ukir.

Baca Juga:Dinsos Subang Wujudkan Pemerintahan dan yang Bersih KorupsiJalan Patimban Rusak, Kemenhub dan Kontraktor akan Perbaiki

Salah satu pengrajin di Kampung Nagrog Desa Sukamulya Pagaden, sekaligus pemilik saung kerajinan Evan Art Gallery Hernawan menjelaskan, seni kayu ukir solder merupakan seni khas Kabupaten Subang. Mulanya terdapat kampung ukir di sekitar Saradan Pagaden, namun akibat kurangnya perhatian dari pemerintah beberapa pengrajin beralih profesi.

“Di Nagrog Saradan ini semula satu kampung pengrajin semua, sekarang yang aktif sisa 18 kelompok pengrajin, selebihnya alih profesi,” jelas Hernawan kepada Pasundan Ekspres.

Masa-masa Sulit

Hernawan berpendapat, kurangnya komunikasi antar pengrajin berakibat pada susah berkembangnya pasar, bagi setiap produk kerajinan khususnya kayu ukir solder itu sendiri. Terlebih saat krisis 1998, hingga sekitar tahun 2000an. Saat itu, perhatian dan dukungan Pemda selama ini juga menjadi kendala tersendiri.

“Misalkan saya mampu memasarkan karya saya hingga ke Iran, Bahrain, Amerika, Jepang itu murni karena kelincahan saya menjalin relasi dengan buyer. Sementara ada berpikir tidak bagaimana nasib pengrajin lain? Kan bukan hanya saya yang pengrajin, tapi kelompok,” katanya.

0 Komentar