Oleh :
Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd. (Guru di SMAK St. Hendrikus, Surabaya)
Sebuah fakta menunjukkan bahwa kejadian bunuh diri di akhir-akhir ini sangat tinggi. Lebih tragis usia bunuh diri berada pada usia remaja. Menurut data dari antara.com usia bunuh diri terbesar berada pada usia 15-19 tahun. Ini berarti usia bunuh diri berada pada kisaran peserta didik.
Angka bunuh diri tersebut setiap tahun semakin bertambah. Urutan tertinggi angka kematian bunuh diri dialami oleh Korea, Guyana, Jepang, Rusia, Lithuania. Salah satu faktor penyebab bunuh diri di Korea dan Jepang adalah kesepian. Tuntutan hidup yang tinggi menyebabkan orang lebih individualis. Sikap individualis memicu kondisi kesepian yang berakhir dengan bunuh diri.
Kompas.id menyatakan bahwa Survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10-17 tahun di Indonesia ini menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Selain itu, satu dari dua puluh remaja Indonesia juga memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Faktor penyebabnya adalah depresi, kecemasan yang pada akhirnya menampakkan pada perubahan tingkah laku. Gangguan mental ini yang menyebabkan angka bunuh diri di Indonesia naik.
Usia remaja yang melakukan bunuh diri merupakan sebuah keprihatinan para guru.
Peristiwa ini tidak hanya sebagai keprihatinan guru, namun guru mengambil tanggung jawab yang besar dalam mengambil solusi yang terjadi untuk peserta didik. Keprihatinan dan tanggung jawab guru yang besar disebabkan sekolah dengan menjalan kegiatan full day, secara otomatis waktu peserta didik banyak bersama guru. Faktor ini disebabkan karena perkembangan kondisi saat ini, orang tua peserta didik yang waktunya dihabiskan untuk bekerja.
Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila diharapkan dapat membangun kekuatan bagi pembangunan kharakter para pelajar Indonesia. Nilai-nilai yang terdapat dalam Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila merupakan nilai yang fundamental dalam mempersiapkan masa depan peserta didik untuk menghadapi tantangan dengan kesulitan-kesulitan dalam hidup.
Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila yang pertama adalah peserta didik mempunyai kharakter beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan beraklak mulia.
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berlandaskan pada Pancasila sila pertama dan UUD 1945 pasal 29 merupakan landasan yang kuat dalam kepribadian bangsa Indonesia. Proyeek Penguat Profil Pelajar Pancasila yang pertama ini membangun manusia Indonesia yang beriman kuat. Iman yang kuat selalu membuka harapan dan kebahagian. Iman, harapan, dan kebahagiaan akan mencegah para peserta didik untuk putuss harapan, yang artinya mencegah untuk melakukan bunuh diri.
Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila yang kedua, kebhinekaan global. Kebhinekaan global mendidik para peserta didik untuk berpikiran terbuka. Sebuah nilai yang menanamkan bahwa terdapat unsur-unsur di luar diri yang positif. Para peserta didik dibangun bahwa di era globalisasi seperti saat ini, maka membuat pelajar Pancasila diperkaya dengan budaya-budaya luhur. Sebuah integritas yang tangguh akan memperkuat pribadi, dan tidak mendukung untuk melakukan tindak bunuh diri.
Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila yang ketiga, gotong royong. Rasa gotong royong merupakan karakteristik yang wajib dimiliki oleh pelajar Pancasila sebagai sebuah kemampuan untuk melakukan kegiatan secara kolektif dan sukarela. Pada rasa gootong royong para peserta didik tidak merasa sendirian. Kebersamaan memberikan makna di dalam diri yaitu rasa menghargai diri dan orang lain.
Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila yang keempat, mandiri. Kemampuan guru untuk mendidik peserta didik lebih mandiri dibutuhkan. Tindakan mandiri memberikan gambaran kepeada pesserta didik untuk mampu mengatur pikiran, perasaan, dan perilaku dirinya untuk mencapai tujuan belajarnya. Pengaturan pikiran dan perasaan yang diwujudkan dalam perilaku merupakan sebuah pendidikan yang bertanggung jawab pada diri sendiri dan lingkungannya. Oleh sebab itu, rasa kemandirian dapat mencegah peserta didik untuk tidak melakukan tindakan yang tidak diinginkan.
Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila yang kelima dan keenam adalah kritis dan kreatif. Penalaran yang kritis berarti mampu berpikir secara obyektif, memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif.
Cara berpikir kritis akan mampu membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkannya. Sikap kreatif ini berarti pelajar Pancasila harus mampu untuk menghasilkan suatu hal yang inovatif, orisinil, dan berdampak secara luas terhadap masyarakat. Sikap yang kreatif akan meenghasilkan inovassi-inovasi yang memberikan hidup semakin berarti.
Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila sangat mendukung bagi iman yang kuat, integritas yang tanggung. Pertanyaannya adalah bagaimana para guru membuat desain yang dapat melatihkan Proyek Penguat Profil Pelajar Pancasila? Sebuah tantangan bagi para guru untuk meenyiapkan masa emas bagi para peserta didik Indnesia.
Dimensi-dimensi tersebut menunjukkan profil pelajar Pancasila tidak hanya fokus pada kemampuan kognitif, tetapi juga sikap dan perilaku sesuai jati diri sebagai bangsa
Indonesia sekaligus warga dunia.