Alih Fungsi Lahan Ancam Sektor Pertanian

Alih Fungsi Lahan Ancam Sektor Pertanian
MEMUKAU: Penampilan perguruan pencak silat pada Hari Krida Pertanian Desa Wantilan. INDRAWAN /PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Dilema Hari Krida Tani dalam Perkembang Industri

Beberapa Desa di Kabupaten Subang, pada bulan ini sedang diramaikan kegiatan hari krida tani, atau lebih dikenal dengan istilah ruwatan bumi. Bagaimana krida tani diperingati di desa-desa yang termasuk pada zona industri, seperti desa-desa di Cipeundeuy?
———————
Hari krida tani atau ruwatan bumi, dikenal sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat. Pada hasil panen yang didapat, ada juga yang melaksanakan sebagai rasa syukur untuk memulainya musim tanam bagi para petani. Berbagai macam hiburan hingga pawai hasil panen, biasanya meramaikan acara yang berlangsung sejak pagi hingga malam hari. Pada puncaknya, tontonan wayang golek dipersembahkan oleh panitia sebagai hiburan rakyat semalam suntuk.

Kepala Desa Wantilan, Komarudin mengungkapkan dilemanya saat memperingati krida tani di desanya kemarin, Senin (28/10). Pada ruwatan yang diselenggarakan di Lapangan Sepak Bola Binor Wantilan, Komarudin mengatakan, ada 700 KK akan kehilangan lahan pertanian di Wantilan, akibat alih fungsi lahan untuk industri. Sementara pergeseran mata pencaharian juga masih terus meningkat di desanya.

“Memang dilema ya. Satu sisi industri juga adalah bagian yang tidak bisa terhindarkan dari kemajuan sebuah Kabupaten/Kota. Kehadirannya industri juga, mau tidak mau akan berdampak, seperti hilangnya lahan pertanian. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah baik di eksekutif maupun di yudikatif agar memikirkan solusi persoalan ini,” jelasnya.

Baca Juga:Desa Wantilan Launching Desa Sadar BPJS KetenagakerjaanPersib Bungkam Persija, Perbaiki Klasemen

Sementara itu, Asda 1, Bambang Suhendar, mewakili Pemkab Subang, juga mengakui akan dilema tersebut. Menurutnya, keadaan yang memaksa sebuah desa harus berubah status menjadi zona industri, itu berdasarkan ketentuan nasional. Dia hanya bisa menegaskan, ketentuan terbesar dikembalikan lagi pada masyarakatnya.

Menurutnya masyarakat memiliki hak penuh untuk menjual lahan atau tidak pada pengembang. “Ketentuan tersebut pada pelaksanaannya kembali pada masyarakat. Kalau mau menjual lahan, ya silahkan. Bila tidak ya jangan. Meski memang nilai jualnya besar. Jika tidak bijaksana menggunakan uang hasil menjual lahan tersebut ya celaka juga,” katanya.

Sepengetahuan Asda I, hasil menjual lahan itu paling tinggi hanya untuk mendapat gelar haji pada seseorang. “Belum ada yang jual lahan, hasilnya dibelikan lagi lahan dengan luas dua kali lipat, misalnya,” ungkapnya.

0 Komentar