Anvisa

Belajar Filsafat
0 Komentar

Pidato Kwiek yang disampaikan pada 7-8 November 2001 tersebut, juga mengkritik definisi “loan” dan “aid”. Indonesia membayar hutang (loan) dengan mengajukan “loan” baru untuk membayar cicilan hutang. Indonesia pada waktu itu hampir bankcrupt. Pidato yang tanpa tedeng aling-aling “menusuk” ulu hati CGI dan pejabat-pejabat Indonesia saat itu. Mungkin “menusuk” kepekaan pejabat saat ini juga.

Jelas pada waktu Kwiek berpidato, Bangsa Indonesia tak berdaulat. Karena Indonesia harus “mengemis” utang untuk menjaga tetap berlangsungnya kehidupan rakyat. Indonesia pada saat itu dijerumuskan pada mekanisme pasar. Dimana pengutang menentukan bagaimana “kehidupan” (baca-persyaratan pengelolaan sistem ekonomi dan lembaga) harus dijalankan. Otoritas negara “disandera”. Padahal seharusnya rumusan kebijakan ekonomi tidak melepaskan kewajiban dan peran negara untuk mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan.

“Saya diberi arahan olehnya (Gus Dur) tentang kebijakan dasar yang harus saya tempuh. Bahwa pemerintah harus adil, sebagai garda terdepan dan membela keadilan sosial yang sebelumnya didominasi oleh pelaku bisnis tertentu. Gus Dur sudah mengetahui bahwa keadilan tidak bisa dicapai melalui kadar mekanisme pasar yang sebesar mungkin. Liberalisme yang dominan memang akan menghasilkan pertumbuhan yang cepat namun juga disertai dengan ketidakadilan dan kesenjangan yang sangat besar” kata Kwik.

Baca Juga:Petahana Unjuk Prestasi Jelang Pilkades Desa GempolNetralitas Panitia Pilkades Diuji

Anvisa dan Kwiek Kian Gie tak ada hubungannya. Tak sama soal berdaulat dan tidak berdaulat. Anvisa punya kuasa, kedaulatan dan otoritas. Sementara posisi Kwiek yang mewakili bangsanya yang tak berdaulat. Walau Kwiek tetap berani untuk menohok CGI dengan kritiknya.

“Kedaulatan adalah kemandirian yang tak terpengaruh oleh siapapun atau apapun dan tak tunduk pada apapun. Tak bergantung pada orang lain untuk mengatur kehidupan sendiri. Tak pandang bulu dalam menegakkan hukum. Tunduk pada nilai kemanusiaan dan keadilan. Itulah berdaulat!”

Tak ada keadilan sosial tanpa keberdaulatan! Daulat Rakyat! Bukan Daulat Pasar! Bukan daulat Tuanku! Kedaulatan melahirkan kesejahteraan. Tapi kapan dan siapa yang berdaulat? (100921)

OLEH: Kang Marbawi

0 Komentar