Azan Baru

Azan Baru
0 Komentar

Saya menghubungi teman di Oman. Saya minta tolong padanya untuk mengadakan kontak ke Kuwait. Soal azan yang bunyinya berubah itu. Yang beredar luas di media sosial: apakah itu bukan hoax.

”Itu benar. Bukan hoax. Saya sudah konfirmasi ke Kuwait,” ujarnya.

Video itu diambil pada tanggal 13 Maret lalu. Hari Jumat. Di ibu kota Kuwait, Kuwait City.

Bunyi azan itu (panggilan salat dari menara masjid dengan menggunakan pengeras suara) memang terasa aneh. Khususnya ketika tiba di kalimat ”marilah datang untuk salat” (hayya alash-shalah). Hari itu bunyi kalimat tersebut menjadi ”salatlah, di rumah masing-masing” (shollu fi buyutikum).

Seumur hidup baru sekali ini saya mendengar azan seperti itu.

Baca Juga:Penyelidikan CSR Alun-alun Subang Hitung KerugianJelang Ramadhan, Dishub Kebut Perbaikan PJU

Saya lantas membayangkan: kalau misalnya itu dilakukan di Indonesia alangkah ributnya. Bisa-bisa dinilai anti Islam atau menghancurkan Islam.

Jangankan sampai ke soal azan. Anjuran saya ke grup senam di lingkungan saya sendiri saja sudah dipertanyakan. Padahal itu hanya anjuran agar untuk sementara jangan salaman. Jangan pula cipika-cipiki.

”Salaman itu kan sudah identik dengan budaya Islam,” katanya. ”Apakah nanti tidak berakibat merenggangkan silaturahmi antarorang Islam,” tanya anggota senam yang rajin itu –dengan latar belakang pendidikan S-2.

Tentu saya membenarkan salaman itu ciri khas orang Islam –di Indonesia. Untung ada seorang ustaz terkenal di grup senam saya itu. Maka saya minta tolong beliau saja yang menjawab: adakah ayat Quran atau Hadits yang mewajibkan salaman.

Jangan-jangan dulunya, orang zaman dulu, sulit mengucapkan salam (“assalamu alaikum...”). Lalu ucapan itu dinyatakan dengan dalam bentuk bersalaman (berjabat tangan).

Saya punya teman Tionghoa. Ia ingin sekali bisa mengucapkan salam itu di depan umum. Saya diminta untuk melatihnya. Saya merasakan betapa sulit –dan lama– latihan untuk bisa mengucapkan salam itu.

Seperti juga orang dulu yang tidak bisa mengucapkan doa panjang. Apalagi doanya harus dalam bahasa asing/Arab. Misalnya doa agar diberi rezeki yang banyak (luwih-luwih). Maka doa itu diwujudkan saja dalam sajian makanan. Yang di dalamnya harus ada lauk berupa sayur dari kluwih.

0 Komentar