Eksekusi Lahan Warga di usun Krajan Diduga Janggal

Eksekusi Lahan Warga di usun Krajan Diduga Janggal
EKSEKUSI LAHAN: Pelaksanaan eksekusi lahan dan bangunan oleh Pengadilan Negeri kelas I B Karawang seluas 486 m persegi di Dusun Krajan III RT.16 RW.05, Desa Lemah Abang, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Karawang. DEDI SARTIA/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Korban Berusaha Mencari Keadilan

KARAWANG-Pelaksanaan eksekusi lahan dan bangunan oleh Pengadilan Negeri kelas I B Karawang seluas 486 m persegi di Dusun Krajan III RT.16 RW.05, Desa Lemah Abang, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Karawang, Rabu (14/06/23) diduga sarat dengan kejanggalan.

Lahan dan bangunan seluas 486 m persegi yang berada persis di pinggir Jalan Raya Wadas – Karawang tersebut, atas nama Nunung Nurhayati dengan sertifkat hak milik nomor 01781 yang di terbitkan BPN Karawang pada tanggal 09 November 2004.

Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih atas nama Nunung Nurhayati, dan bukti pembayaran PBB terakhir pada tanggal 03 Januari 2022 ( jatuh tempo 30 September 2022 . Untuk pembayaran PBB selanjutnya, jatuh tempo pada tanggal 30 September 2023 mendatang.

Baca Juga:Mengenal Ria Triana, Guru Bahasa Inggris dengan Segudang PrestasiSekjen PDI Perjuangan Akan ke Subang

Pemilik rumah Nunung Nurhayati berwalnya, suami saya (Yono) terus menerus membujuk saya meminjam sertifikat tanah dan bangunan untuk melakukan peminjaman uang di bank sebagai modal usaha. Lantas suami saya mengajak temannya yang bernama Aswandi, melakukan pinjaman di Bank BPR, dengan jaminan sertifikat tersebut, kata Nunung Nurhayati kepada awak media, Rabu (14/6).

“Suami saya dan Aswandi pada tahun 2017 meminjam uang di Bank BPR, berapa besar pinjaman saya tidak tahu, yang akan digunakan sebagai modal usaha bersama. Dan saya sama sekali tidak pernah menerima uang peminjaman tersebut” jelasnya.

Akan tetapi lanjutnya, satu tahun kemudian atas pemberitahuan dari Bank BPR yang datang ke rumah. Kepemilikan sertifikat saya sudah berganti kepemilikan atas nama, Aswandi.

Pihak Bank BPR memerintahkan saya dan keluarga untuk mengosongkan rumah dan tanah yang masih saya tempati ini, dan menandai dengan Pilok bahwa tanah dan rumah ini milik BPR, ungkapnya penuh jengkel.

“Saya merasa belum pernah melakukan transaksi jual beli lahan dan bangunan yang saya tempati ini. Saya memutuskan untuk terus saya tempati dan tidak akan saya tinggalkan. Satu tahun kemudian pihak Bank BPR kembali datang ke rumah, dengan menawarkan sejumlah uang untuk mengosongkan rumah ini,” katanya.

“Dengan ditawari uang sebesar Rp20 juta sampai 50 juta, agar meninggalkan dan mengosongkan rumah ini. Tanpa memperlihatkan surat lelang, malah sertifikat kepemilikan sudah berganti nama Laura Maya Christy Silaen”.

0 Komentar