Genjring Bonyok Terinspirasi dari Kesenian Genjring Sholawat

Genjring Bonyok Terinspirasi dari Kesenian Genjring Sholawat
HIBURAN: Penampilan kesenian genjring bonyok dalam salah satu hajatan masyarakat Subang, yang saat ini sudah jarang terlihat eksistensinya. INDRAWAN/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Genjring bonyok adalah jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Subang. Alat musik utama yang dipergunakan adalah bedug dan genjring.

LAPORAN: INDRAWAN, Subang

Salah satu pelaku seni Subang, Abah Waway pelaku seni di Subang menjelaskan, jenis kesenian ini mulai lahir dan berkembang di Kampung Bonyok Desa Pangsor Kecamatan Pagaden. Kesenian ini muncul karena terinspirasi atau perkembangan dari kesenian genjring Sholawat, Genjring Rudat dan adem ayem di pantura Indramayu. Seniman yang berperanan penting dalam mendirikan dan mengembangkan genjring bonyok adalah Talam dan Sutarja.

“Awalnya di Dusun Bunut, Desa Pangsor Kecamatan Pagaden terdapat sebuah kelompok kesenian genjring sholawat yang bernama Sinar Harapan,” katanya.

Baca Juga:Buruh Tuntut Dukungan Bupati SubangWaspada Fintech, Jangan Tergiur Pendanaan Instan

Pada awal berdirinya kelompok kesenian ini, kata dia, dipimpin oleh Sajem tahun 1960-1968. Kemudian mulai tahun 1968-1975 kepemimpinan Sinar Harapan diserahkan kepada Talam. “Pada masa kepemimpinan Talam, yaitu sekitar tahun 1969, kelompok kesenian genjring ini mulai sangat jarang digunakan dalam hajatan-hajatan yang diadakan warga masyarakat. Hingga kemudian kelompok tersebut tidak pernah lagi mengadakan pertunjukan,” jelasnya.

Bergerak dari kondisi yang dialami kelompok Sinar Harapan, Abah Waway menambahkan, Sutarja sebagai salah satu anggotanya membuat inisiatif. Sutarja menggunakan instrumen genjring dan bedug, dalam suatu bentuk kesenian, yang berbeda dari bentuk kesenian sebelumnya (genjring sholawat). “Berbekal dengan instrumen musik yang dimiliki Sinar Harapan, Sutarja yang memperoleh dukungan dari Sajem dan Talam. Mulai menciptakan bentuk kesenian genjring yang relatif baru yang kemudian dikenal dengan genjring bonyok,” terangnya.

Menurut Abah Waway, pada tahun 1973 kelompok kesenian Sinar Harapan pindah ke Desa Cidadap. Hal ini disebabkan pindahnya Sutarja setelah ia menikahi gadis dari desa tersebut. Sejak kepindahannya itu pula kelompok Sinar Harapan yang semula dipimpin oleh Talam diserahkan kepada Sutarja. Pada saat pergantian kepemimpinan kelompok Sinar Harapanpun secara resmi menjadi kelompok kesenian Genjring Bonyok dengan nama Sinar Pusaka.

“Setelah instrumen musik tarompet menjadi bagian dari pertunjukan genjring bonyok, tahun 1975 kelompok ini kembali mengadopsi instrumen musik goong dan kecrek,” katanya.

0 Komentar