IDI: Gagal Ginjal Dilatarbelakangi Hipertensi dan Diabetes 

Idi
TINGGI. Ketua IDI Kabupaten Purwakarta dr. Susilo Admojo, Sp.PD , menyebutkan, kasus hipertensi dan diabetes sebagai pemicu utama gagal ginjal sangat tinggi, karenanya perlu dilakukan upaya penanganan lintas sektoral yang terkoordinasi dengan baik. ADAM SUMARTO/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

PURWAKARTA-Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Purwakarta dr. Susilo Admojo, Sp.PD , menyebutkan, data menunjukkan bahwa gagal ginjal dilatarbelakangi hipertensi sekitar 51 persen dan diabetes sekitar 20 sampai 30 persen.

“Angkanya tinggi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, Jawa Barat maupun di Purwakarta,” kata Susilo kepada wartawan di sela kegiatan Fun Walk memperingati Hari Ginjal Sedunia dan Hari Tuberkolosis Sedunia di Halaman RSUD Bayu Asih, Ahad (3/3).

Pihaknya mencatat saat ini di Purwakarta ada 446 pasien gagal ginjal terminal yang rutin melakukan hemodialisa atau cuci darah dua kali seminggu. Mereka dilayani oleh 75 mesin hemodialisa yang tersebar di tujuh rumah sakit di Purwakarta.

Baca Juga:KPU Persilahkan Caleg dan Parpol Lakukan Komplain Perbedaan Data Suara Balon Bupati Subang dari Pantura Mengerucut Tiga Nama

Ketujuh rumah sakit tersebut adalah Bayu Asih, Abdul Rajak, Siloam Hospital, Rama Hadi, Bakti Husada, Amira dan Holistik. Di sisi lain, lanjutnya, jumlah pasien yang terus bertambah tak diikuti dengan jumlah mesin yang tersedia. Sehingga, ada sebagian yang tidak terlayani.

Dirinya juga mengungkapkan, 60-70 persen pasien yang berkunjung di rawat jalan penyakit dalam disertai hipertensi dan diabetes. Dapat dibayangkan, dari tahun ke tahun, kalau ini tidak dikelola dengan baik maka angka gagal ginjal akan tumbuh lebih tinggi.

“Karenanya, IDI dengan berbagai organisasi profesi lainnya memanfaatkan momentum Hari Ginjal Sedunia pada 14 Maret dan Hari Tuberkolosis Sedunia pada 24 Maret, untuk membahas permasalahan utamanya,” ujar Susilo.

Lewat momentum ini juga, sambungnya, baik IDI maupun organisasi perawat dan apoteker terus berkomunikasi bagaimana caranya supaya hipertensi bisa dikelola dengan baik secara lintas sektoral. 

“Kami juga ingin menyampaikan pesan bahwa penanganan pasien hipertensi, diabetes, gagal ginjal maupun tuberkolosis itu tidak bisa hanya dilakukan dokter, melainkan bekerja sama dengan perawat, apoteker bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Termasuk para stakeholder,” ucapnya.

Perlu dilakukan intervensi, kata dia, di antaranya seperti kampanye tentang diet rendah garam, kecukupan nutrisi, olahraga dan lainnya. Sehingga, perlu ada kolaborasi semuanya.  

Susilo mengungkapkan, kasus hipertensi sudah ditemukan di usia remaja hingga usia 20 tahun. Kalau tuberkolosis, usia balita, nol sampai lima tahun, angkanya 600 lebih. Kemudian, usia produktif 20 sampai 30 tahun itu angkanya 500 sekian. 

0 Komentar