Kemarau Panjang yang Meresahkan

Kemarau Panjang yang Meresahkan
0 Komentar

Oleh: Anwar Shidiq Santoso, S.Pd
Pengajar Geografi di SMAN 1 Pagaden

Kesulitan air bersih disejumlah wilayah Indonesia mulai mengancam, menyusul masuknya musim kemarau di tahun 2019. Climate Earli Warning System (CEWS) milik BMKG memberikan peringatan dini mengenai bencana kekeringan kepada masyarakat.

Melalui laman http://cews.bmkg.go.id kita dapat melihat bahwa kakeringan parah akan melanda sebagaian besar di kawasan Pulau Jawa, baik Jawa Barat, Jawa Tengah, Maupun Jawa Timur.

Baca Juga:Menelisik Dugaan Korupsi di BPRS Gotong RoyongARD Laporkan Panitia Muskab ke Polres

Sebagian wilayah di Kabupaten Subang sudah mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang panjang. Biasanya musim kemarau berlangsung pada bulan Maret-April, namun saat ini pada awal bulan Nopember hujan tak kunjung datang. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kemarau panjang, salah satunya adalah angin muson timur. Angin ini bertiup dari Benua Australia menuju Asia. Karena di daerah Benua Austaralia sedang mengalami musim dingin sedangkan sebaliknya Asia sedang mengalami musim panas.

Perjalanan angin yang bertiup dari Benua Australia biasanya akan membawa angin kering atau musim kemarau dikarenakan perjalanan laut yang ditempuh dari Australia menuju Asia sangat sempit sehingga tidak cukup waktu mengumpulkan awan hujan atau terjadinya kondensasi.

Penyebab kemarau lainnya adalah el-nino. Anomali cuaca ini terjadi karena adanya perubahan suhu yang terjadi di kawasan Samudera Pasifik. Suhu di kawasan Samudera Pasifik berubah menjadi hangat yang menyebabkan kawasan Amerika terjadi badai dan di kawasan Asia Tenggara mengalami musim kemarau. Tetapi disaat bersamaan el-nino ternyata juga membawa berkah bagi kawasan Indonesia bagian Timur. Adanya perubahan tekanan di kawasan Samudera Pasifik menyebabkan ikan tuna banyak yang bermigrasi ke daerah yang lebih dingin yaitu di kawasan Samudera Hindia. Sementara ini penyebab terjadinya el-nino adalah efek rumah kaca akibat semakin besarnya gas buang karbondioksida di atmosfer. Kebakaran hutan yang terjadi baru-baru ini juga dituding penyebabnya karena gejala el-nino.

El nino pertama kali ditemukan oleh seorang nelayan pada 1600-an yang tidak sengaja menemukan kelainan suhu air laut yang lebih hangat dari biasanya di Samudra Pasifik bagian Timur. Anomali ini menyebabkan peningkatan curah hujan dan frekuensi cuaca buruk di daerah tersebut. Pemberian nama El nino menyesuaikan bulan pertama kali ditemukannya fenomena tersebut yakni Bulan Desember yang identik dengan perayaan Natal dimana oleh masyarakat yang menganut agama Kristen maupun Katolik sebagai hari kelahiran Yesus Kristus (Anak Laki-laki).

0 Komentar