Sejarah Bajak Laut Zaman Dulu di Indonesia, Masa Kerajaan Sriwijaya

Sejarah Bajak Laut Zaman Dulu di Indonesia, Masa Kerajaan Sriwijaya (ilustrasi kapal bajak laut)
Sejarah Bajak Laut Zaman Dulu di Indonesia, Masa Kerajaan Sriwijaya (ilustrasi kapal bajak laut)
0 Komentar

PENDIDIKAN & SEJARAH – Lautan di Negara Indonesia sempat didatangi oleh bajak laut, pada masa kerajaan. Hal itu menjadi cerita melegenda yang ada di Indonesia, di masa Kerajaan Sriwijaya.

Seperti dirangkum dari Nationalgeographic, beberapa waktu lalu, via Fajar.co.id, terdapat kisah bajak laut di perairan Selat Malaka, Indonesia.

Terdapat lima orang bersenjata yang memanjat kapal tanker yang mengambang di atas gelombang. Kelima orang tersebut mengikat semua awak kapal, lalu memaksa supaya muatan kapal dipindahkan ke tangki yang telah mereka siapkan. Peristiwa perompakan itu terjadi di Selat Malaka beberapa tahun silam, berdasar laporan International Maritime Bureau.

Baca Juga:Tersandung Kasus Pornografi, Ternyata Begini Karakter Dea OnlyfansWow! Pertama Rilis, All New Honda HR-V Sudah Dipesan 1.265 Unit

Pada masa itu, setiap hari diperkirakan sekitar 200 kapal berlayar melewati Selat Malaka. Sementara, bajak laut menjadi kisah yang terus membayangi jalur pelayaran paling sibuk di dunia tersebut. Diketahui, fenomena tersebut berlangsung semenjak masa Kerajaan Sriwijaya.

Antara abad ketujuh hingga ke-11 atau kurang lebih empat abad lamanya, Sriwijaya “mengendalikan” Selat Malaka. Mereka menjadi perantara dalam lalu lintas komoditas dari barat dan timur.

Digadang-gadang, salah satu kunci sukses Sriwijaya ialah dengan menggandeng para orang-orang laut dan kelompok-kelompok bajak laut. Oleh Sriwijaya, mereka dijadikan semacam garda terdepan dalam memantau pelayaran. Sejumlah manuskrip kuno yang menyiratkan hal tersebut.

Seorang komisaris perdagangan Cina bernama Chau Ju-kua menulis Chufanchi (Zhu Fan Zhi—catatan tentang bangsa-bangsa asing/barbar) pada 1225. Ada sedikit indikasi dalam karya Chau yang diterjemahkan oleh Friedrich Hirth dan WW Rockhill pada 1911.

“Apabila sebuah kapal dagang lewat tanpa singgah, kapal-kapal mereka mengejar untuk menyerang dan semuanya berani mati saat melakukannya. Inilah alasan mengapa negeri ini merupakan sebuah pusat perdagangan yang besar,” tulis Chau.

Selanjutnya, dalam buku Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia, Kenneth Hall melansir informasi dari catatan kuno Arab yang turut menggambarkan bagaimana cara Sriwijaya mengelola Selat Malaka. Pada pertengahan abad ke-10, tulisnya, Sriwijaya tercatat memungut pajak 20.000 dinar sebelum sebuah kapal dagang Yahudi dapat melanjutkan pelayarannya ke Cina.

0 Komentar