Pulang Kampung

Pulang Kampung
0 Komentar

Di hari yang diimpikan itu, jam habis asar berangkat. Rame-rame. Beberapa orang. Jalan kaki ke Madiun. Tanpa sepatu. Tanpa sandal. Berjam-jam. Menyusuri jalan-jalan tanah yang berlumpur. Kadang terjatuh ke lumpur itu.

Kini sepupu-sepupu saya tiap hari bisa ke Madiun. Dengan motornya. Di atas aspal. Hanya 15 menit ternyata.

Sepupu lain pun ramai nimbrung. Dengan topik yang sama. Terapi Choyang. Memujinya. Membenarkannya. Sahut menyahut.

Baca Juga:Rumah Kebakaran, Dalang Cilik Ki Dodo Hanya Berhasil Selamatkan Wayang GolekPeringatan HKN Ke-54 Berlangsung Meriah

Mereka semua sangat menguasai topik ini. Semua berusaha menarik perhatian saya. Ternyata ada 28 orang. Dari kampung saya saja. Yang tertarik ikut terapi Choyang. Dengan penyakit yang berbeda-beda.

Mungkin karena saya terlihat berminat pada topik itu. Lalu ada yang lari pulang: ambil brosur. Menyerahkannya ke saya. Judulnya ‘terapi gratis Choyang’.

Ada lagi yang juga lari pulang: mengambil sebagian peralatan terapi. Agar saya mencobanya. Tapi istri saya tidak rela: dia yang ingin lebih dulu mencobanya.

Mereka pun bercerita: tiap hari ribuan orang ikut terapi Choyang. Di jalan raya Agus Salim Madiun.

”Ya sudah…. saya akan ke sana… melihat apa yang dilakukan di sana,” kata saya.

Pembicaraan topik itu diakhiri dengan kedatangan durian. Satu karung. Yang dibawa teman-teman ‘Radar Madiun’. Rupanya hanya durian yang bisa menyetop topik hit hari itu.

Sambil makan durian mereka berkisah tentang topik lain: sekolah di desa kami. Dulu ada dua SD negeri di Tegalarum. Yang satu sudah tutup. Kekurangan murid. Satunya lagi mungkin juga segera tutup. Kelas satunya tinggal 6 orang. Kelas di atasnya ada yang tinggal 5 orang. Kelas yang terbanyak tinggal 7 siswa.

Baca Juga:Bumdes Karya Gumilang Kembangkan Jamur ChitakeCegah Banjir Koramil Jumsih di Jembatan Cisalak

Saya hampir tidak percaya. Bisa saja pembicaraan mereka berlebihan. Masak begitu drastisnya. Maka saya minta nomor HP kepala sekolah. Saya hubungi ia.

Ternyata benar begitu.

Mengapa?

”Guru kami tua-tua semua,” ujar Pak KS. ”Fasilitas di sekolah kami juga sangat minim,” tambahnya.

Sudah lama Pak KS minta apa yang seharusnya ada. Tapi tidak pernah diberi. Alasannya: muridnya hanya sedikit.

Intinya: sejak sekolah tidak boleh memungut walimurid apa pun terjadilah itu.

0 Komentar