Sempat Ada Larangan Dijual di Pasaran, Papais Cisaat Jadi Kue Favorit Para Pejabat Belanda

Sempat Ada Larangan Dijual di Pasaran, Papais Cisaat Jadi Kue Favorit Para Pejabat Belanda
IKON: Tugu Papais menuju Desa Cisaat di Jalan Raya Ciater. Tugu ini menjadi ikon dari Desa Cisaat. ACEP WILDAN SOLAHUDIN/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Papais Cisaat, itulah makanan ciri khas Desa Cisaat Kecamatan Ciater yang melegenda. Warga pun mengabadikannya menjadi sebuah tugu di pintu gerbang masuk menuju Desa Cisaat. Papais Cisaat sudah ada sejak abad 18, yang dikelola rakyat masyarakat zaman dulu.

Asal muasal terciptanya kue papais, menurut sesepuh zaman dahulu, kurang lebih sejak tahun 1829. Sebelum ada papais, dodol terlebih dahulu datang ke Desa Cisaat karena merupakan makanan bawaan dari Cina dan India.

Pada waktu itu, dodol merupakan makanan spesial bagi para masyarakat maupun pejabat setempat dan dibuat diacara acara tertentu. Rasanya yang manis, pengolahannya pun butuh waktu dan tenaga yang harus dikorbankan.
Suatu saat warga mengadakan kegiatan ngaruwat atau hajatan lembur, yang banyak mengundang pejabat pejabat pada masanya. Seperti dari kadipaten, kedemangan, para dalem dan lain sebagainya.

Baca Juga:Warga Pantura Keluhkan Kekurangan Air BersihAmbu Anne dan Ahmad Sanusi Siap Nyalon Bupati

Singkat cerita, warga Cisaat sebelum hari ruwatan lembur, selalu menyiapkan makanan khas daerah yang disukai para tamu undangan. Masyarakat Desa Cisaat berbondong-bondong menyiapkan hajatan tersebut dengan cara iuran, namun tidak berbentuk uang melainkan bahan makanan. Seperti beras, gula, buah buahan dan lain lain yang dikumpulkan menjadi satu.

Ketika mempersiapkan ruwatan, warga Desa Cisaat membuat kue dodol. Pada masa itu, dodol merupakan makanan favorit para pejabat, yang menjadi makanan wajib di setiap acara hajatan.

Warga pun membuat dodol, karena bahan yang digunakan merupakan hasil dari iuran masyarakat.

Jadi, beras ketan yang seharusnya digunakan untuk membuat dodol tercampur beras beras biasa. Setelah diolah, adonan pun tidak menyerupai dodol, namun tidak lengket seperti biasanya. Ada adonan yang begitu banyak, warga Desa Cisaat berinisiatif untuk membungkusnya dengan daun Bangban, agar adonan tersebut tidak lengket dan tetap bisa dihidangkan dengan tampilan yang berbeda.

Pada hari ruwatan, makanan tersebut dihidangkan kepada para pejabat dan tamu undangan. Banyak yang merasa heran, karena bentuknya yang unik juga baru pertama kali dihidangkan. Banyak yang bertanya tentang makanan tersebut, kemudian penduduk setempat menjawab itu merupakan mapaes.

“Mapaes itu kalau sekarang mah hiasan atau garnis,” ujar Sekdes Desa Cisaat, Aep Sutarya.

0 Komentar