Ekoenzim Produk P5, Solusi Sampah untuk Hidup Berkelanjutan

Ekoenzim Produk P5, Solusi Sampah untuk Hidup Berkelanjutan
0 Komentar

Karena sampah sangat erat dengan lingkungan, maka pengelolaannya merupakan bagian dari upaya menjaga alam sekitar serta sebagai perwujudan rasa syukur atas anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Tema Hidup Berkelanjutan dalam P5 dapat dilakukan dengan  pembuatan Ekoenzim yang bertujuan membangun kesadaran peserta didik untuk peduli lingkungan alam melalui penciptaan dan implementasi solusi dari permasalahan sampah pada lingkungan. Sampah sebagai barang yang sudah tidak berguna tanpa penanganan yang baik hanya akan menumpuk dan mencemari lingkungan. Berdasarkan jenisnya sampah dapat dibedakan atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik berasal dari makhluk hidup baik berupa daun-daunan, kayu,serasah, kulit,  biji-bijian, maupun kotoran hewan. Sebagai upaya mewujudkan pola hidup berkelanjutan adalah menjaga ketersediaan sumber daya hayati dan mengelola lingkungan yang produktif hingga masa yang akan datang.

Ekoenzim merupakan produk fermentasi sampah organik yang bahan dasarnya sampah dapur baik berupa sisa potongan sayuran, ampas, maupun kulit buah-buahan. Pemanfaatan sampah dapur organik ini  diaplikasikan dengan gula merah atau gula tebu dan air yang dimasukkan dalam wadah, baik botol ataupun stoples tertutup dan didiamkan selama 3 bulan. Sebagai hasil fermentasi senyawa kompleks, ekoenzim berwarna cokelat gelap dengan bau asam dan manis khas fermentasi. Cairan organik ini multifungsi, diantaranya digunakan pada rumah tangga, pertanian, dan peternakan karena dapat menjadi bahan pembersih maupun pupuk organik bahkan pestisida dan desinfektan yang efektif. Hal ini selaras dengan tema P5 yaitu hidup berkelanjutan.

Pembuatan ekoenzim tidak selalu berhasil, diantaranya karena tumbuhnya jamur pada cairan, atau meletupnya wadah karena gas dari proses fermentasinya. Ada beberapa tips praktis agar ekoenzim berhasil dengan baik, diantaranya:

  1. Takaran bahan ekoenzim sebaiknya dengan perbandingan 1:3:10, yaitu 1 bagian molase, 3 bagian kulit buah-buahan atau sayuran, dan 10 bagian air.
  2. Bisa ditambahkan bahan organik lain seperti kulit jeruk, daun pandan, ataupun sereh.
  3. Tidak boleh menggunakan , ikan , daging,makanan berminyak, ampas kelapa dan sampah organik, yang membusuk, berjamur dan rusak.
  4. Menggunakan wadah yang lebar dari bahan plastic yang kuat, hindari botol dengan mulut sempit, karena mudah meletup.
  5. Setelah dua minggu pertama dibuka tutup minimal 1 hari 1 kali.
  6. Disimpan dalam ruang yang tidak terkena sinar matahari dalam suhu ruangan.
  7. Lama penyimpanan kurang lebih 3 bulan.
  8. Jika dalam proses fermentasi muncul jamur hitam, berarti pembuatan ekoenzim gagal, dan harus di buang. Akan tetapi jika muncul belatung atau jamur berwarna putih, bisa dilanjutkan dengan menambahkan 100 gram gula putih kedalam cairan ekoenzim kemudian dan ditunggu hingga 3 bulan.
  9. Sisa atau ampas dari ekoenzim dapat dimanfaatkan untuk stater ekoenzim yang baru atau diaplikasikan sebagai pupuk.
0 Komentar