Pojokan 189, Komeng

Pojokan 189, Komeng, (FOTO: Kang Marbawi)
Pojokan 189, Komeng, (FOTO: Kang Marbawi)
0 Komentar

Pojokan 189, Komeng

“Saya milih Komeng sajalah, agar politik tak melulu serius, lebih santai dan kocak,” seloroh anak perempuan saya yang pertama, ketika melihat papan gambar para calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat pusat, daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPR, DPRD, DPD).

Ucapannya itu tercetus ketika mengikuti pemilihan umum (Pemilu) serentak DPR dan Presiden pada tanggal 14 Februari 2024 lalu.

Ini merupakan keikutsertaannya yang ke dua dalam proses pesta demokrasi lima tahunan.

Baca Juga:Dirut PLN Pimpin Langsung Pengamanan Pasokan Listrik dari Posko Nasional Siaga Pemilu PLNTHGO Siap Layani Warga Purwakarta, Tawarkan Skema Bisnis Menarik dan Berbagai Promo

Dan ternyata, pikiran sederhana anak perempuan saya itu, bisa jadi sama dengan pikiran 1.380.427 warga Jawa Barat yang memilih Komeng alias Alfiansyah Bustami.

Angka itu mencapai 49,69% perolehan suara Komeng berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Sabtu (17/2) lalu.

Tak hanya itu, Komeng diibaratkan mockingjay, simbol perlawanan kaum lemah terhadap penguasa dalam film yang dibintangi Jenifer Lawrence dalam film Hunger Games. 

Seperti cuitan @nramadhita di akun X (Twitter) dalam bahasa Inggris.

Komeng bagian dari satire politik.

Sebagai sebuah keganjilan tambahan dalam teori humor Meyer -Jhon C. Meyer: Humor as a Double-Edge Sword: Four Functions of Humor in Communication.

Setelah fenomena para artis berbondong-bondong masuk politik.

Satire untuk mewujudkan politik yang tidak ruwet. Seperti ruwetnya para politisi dalam berbicara dan bertingkahlaku untuk menutupi kepentingan dan ambisinya.

Entah agar kelihatan pintar atau pahlawan yang memerjuangkan kepentingan rakyat atau kepentingannya sendiri/golongannya.

Komeng diharapkan menjadi anti tesa dari cara berpikir ruwet seolah sesuai “akal sehat”.

Baca Juga:Pojokan 188, Perkara PilihanAnti Ribet Bikin Rapi, ACE Hadirkan Stora Sebagai Solusi Praktis untuk Urusan Rumah

Cara berpikir sederhana komedian yang memberi peluang untuk menguatkan “sehat akal”.

Sebab faktanya mainstream berpikir bahwa “akal sehat” adalah commen sense.

Kadang sesuatu yang disebut sesuai dengan “akal sehat”, ternyata tidak sehat untuk akal, dan itu tidak lucu.

0 Komentar