MITIGASI BENCANA DALAM BINGKAI RELIGI

MITIGASI BENCANA DALAM BINGKAI RELIGI
0 Komentar

Bencana alam yang dimaksud dalam tulisan ini hanya difokuskan pada wabah penyakit yang diakibatkan oleh virus Covid-19. Jika merujuk jenis bencana menurut Nurjanah, dkk di atas, maka wabah penyakit menular yang telah menjadi pandemi itu termasuk dalam bencana biologi. Adapun uraian mitigasi dalam pandangan agama yang dimaksud adalah agama Islam.

Wabah penyakit yang menular dan mematikan dalam agama Islam disebut al tha’un. Edaran PP Muhammadiyah No. 02/EDR/I.0/E/2020 bahwa ….. Kondisi saat ini telah memasuki fase darurat Covid-19 berskala global berdasarkan pernyataan resmi WHO bahwa wabah itu telah menjadi pandemi dengan kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) yang mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pemberatasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Kemererian Kesehatan RI No. 451/91 tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB bahw suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur: (1) timbulnya suatu penyakit menulat yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal; (2) peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).

Dalam konteks berkembangnya wabah Covid-19 sekarang, perlindungan keberagamaan dan jiwa raga menjadi keprihatinan (concern) kita semua. Dari nilai-nilai dasar ajaran agama diturunkan sejumlah prinsip yang mengutamakan penghindaran kemudharatan dan pemberian kemudahan dalam menjalankan agama yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan. Usaha aktif mencegah penularan Covid-19 merupakan bentuk ibadah yang bernilai jihad, dan sebaliknya tindakan sengaja yang membawa pada resiko penularan merupakan tindakan buruk/zalim.

Baca Juga:KIPP: Pilkada Serentak 9 Desember 2020 Potensi Mengorbankan RakyatPasca Lebaran, DAHANA Berikan Bantuan APD Medis di Bogor

Hal ini selaras dengan Al Qur’an Surat Al-Maidah [5] ayat 32: Man qatala nafsan bighairi nafsin au fasaadin fiil ardhi faka’an nnamaa qatala nnaasa jamiiaan wa min ahyaahaa (Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.

Ayat ini menunjukkan bahwa siapa saja yang berusaha memelihara eksistensi kehidupan seorang manusia, maka ia seakan telah menjaga eksistensi kehidupan seluruh umat manusia. Sebaliknya, siapa saja yang telah dengan sengaja membiarkan seseorang terbunuh, maka ia seakan telah menghilangkan eksistensi seluruh umat manusia.

0 Komentar