MITIGASI BENCANA DALAM BINGKAI RELIGI

MITIGASI BENCANA DALAM BINGKAI RELIGI
0 Komentar

Nabi SAW juga menegaskan bahwa orang boleh tidak mendatangi shalat jama’ah, meskipun sangat dianjurkan apabila ada udzur berupa keaadan menakutkan dan adanya penyakit, dari Ibn ‘Abbas (diriwayatkan bahwa) ia berkata, Rasulullaah SAW bersabda, “Barangsiapa mendengar adzan, lalu tidak ada udzur baginya untuk menghadiri jama’ah. Para Sahabat bertanya, apa udzurnya? Beliau menjawab, keadaan takut dan penyakit, maka tidak diterima shalat yang dilakukannya [HR Abu Dawud].

Selain itu agama dijalankan dengan mudah dan sederhana, tidak boleh memberatkan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW yang artinya Dari Abu Barzah al-Aslami (diriwayatkan bahwa) ia berkata, “Rasulullaah SAW bersabda, hendaklah kamu menjalankan takarub kepada Allaah secara sederhana – beliau mengulanginya tiga kali – karena barangsiapa mempersulit agama, ia akan dipersulitnya [HR Ahmad].

Nabi SAW juga menuntunkan bahwa perintah agama dijalankan sesuai kesanggupan masing-masing yang artinya, “dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda, … maka apabila aku melarang kamu dari sesuatu, tinggalkanlah, dan apabila aku perintahkan kamu me-lakukan sesuatu, kerjakan sesuai kemampuanmu” [HR al-Bukhari dan Muslim].
Shalat Jum’at diganti dengan shalat Dzuhur (empat rakaat di rumah masing-masing. Hal ini didasarkan atas keadaan masyaqqah dan ketentuan hadist bahwa shalat Jum’at adalah kewajiban pokok dan mafhumnya shalat Dzuhur adalah kewajiban pengganti.

Baca Juga:KIPP: Pilkada Serentak 9 Desember 2020 Potensi Mengorbankan RakyatPasca Lebaran, DAHANA Berikan Bantuan APD Medis di Bogor

Dalam kaidah fikih dinyatakan, yang artinya “apabila yang pokok tidak dapat dilaksanakan, maka beralih kepada pengganti [Syar Manzumat al-Qawa’id al-Fighiyyah]. Berdasarkan kaidah ini, karena shalat Jum’at sebagai kewajiban pokok tidak dapat dilakukan, maka beralih pada kewajiban pengganti, yaitu shalat Dzuhur empat rakaat yang dikerjakan di rumah masing-masing.

Peralihan pengganti ini didasarkan pada mafhum aula dari hadist berikut, yang artinya “dari Abdullah Ibn ‘Abbas (diriwayatkan) bahwa ia mengatakan kepada muazimnya di suatu hari yang penuh hujan, jika engkau sudah mengumandangkan asyhadu an la ilaaha illa-laah (aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allaah), asyhadu anna Muhammadan rasulullaah (aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allaah), maka jangan ucapkan hayya ‘alash-shalah (kemarilah untuk shalat), namun ucapkan shallu fii buyutikum (shalatlah kalian di rumah masing-masing). Rawi melanjutkan: seolah-olah orang-orang pada waktu itu mengingkari hal tersebut. Lalu Ibn ‘Abbas mengatakan, apakah kalian merasa aneh dengan ini? Sesungguhnya hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (maksudnya Rasulullaah SAW).

0 Komentar