Nasibmu Pak Petani Cabe, Bak Tikus Mati di Lumbung Padi

Nasibmu Pak Petani Cabe, Bak Tikus Mati di Lumbung Padi
0 Komentar

Bandingkan dengan Break Even Point (BEP) atu titik impas biaya produksi yang idealnya Rp 10.000 per kilo. Pantas saja kalau ada petani yang mengamuk dan menginjak-injak hasil panennya karena harga jual jauh dari cukup untuk menutupi biaya produksinya.

Bagaimana sebenarnya pemerintah selama ini menjalankan perannya dalam mengatur kebijakan dan menjaga stabilitas pangan khususnya dalam komoditi cabai. Hingga terjadi fluktuasi yang begitu mencolok. Di satu waktu melambung tinggi tak terkendali, di waktu yang lain begitu rendah di bawah biaya produksi. Andaipun mungkin ketika suatu waktu diperlukan kebijakan impor, seharusnya itu merupakan kebijakan yang sewaktu waktu saja karena mengancam produksi nasional yang cukup besar dan sudah di pastikan merugikan petani lokal. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kedzoliman pemerintah terhadap rakyatnya sendiri. Seperti yang tengah terjadi pada saat ini.

Sudah saatnya penguasa dalam hal ini pemerintah menerapkan politik pertanian yang tepat guna dan sasaran. Petani dan konsumen seharusnya sama sama mendapat jaminan harga komoditas yang stabil dan berimbang bagi kedua belah pihak. Dan ketika terjadi fluktuasi selisihnya tidaklah terlalu mencolok sedemikian besar. Di sertai distribusi merata ke seluruh wilayah dan individu masyarakat. Dengan tidak melupakan dukungan penuh terhadap petani mulai dari ketersediaan lahan pertanian, serta dukungan modalnya. Antara lain fasilitas modal tanpa riba misalnya, serta fasilitas budi daya dan teknologi pertanian yang bisa menigkatkan kualitas dan kuantitas pertanian. Dan tidak kalah penting pengembangan industri pengawetan dan pengolahan hasil pertanian ketika ada surplus produksi sehingga pemanfaatan hasil pertanian akan maksimal.

Baca Juga:Mengapa Lunak terhadap Pelaku Kekerasan Seksual?Islam Mewujudkan Keharmonisan Keluarga Ditengah Krisis

Konsep pengelolaan seperti di atas akan mustahil di terapkan ketika penguasa tidak mengetahui hakikat dari kekuasaannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallâhu ‘Alayhi Wasallam tentang hakikat seorang imam, “Imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad). Jadi pemimpin itu akan merasakan tanggung jawab yang besar terhadap rakyatnya, bukan partai pengusungnya. Pemimpin akan senantiasa memikirkan kepentingan seluruh rakyatnya, bukan hanya kepentingan segologan pihak saja. Konsep kepemimpinan seperti ini pernah ada dan berlangsung selama kurun hampir 13 abad lamanya. Dialah Khilafah Islamiyah. Yang berdiri pertama kali di kota kecil Madinah dengan Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alayhi Wasallam sebagai pendirinya. Dengan format kekuasaan sempurna bisa memancarkan cahayanya sampai mencapai hampir sepertiga kekuasaan dunia. Karena konsep ini memang yang paling sempurna bagi tatanan sebuah institusi kenegaraan. Dan salah satu persoalan seperti cabai ini misalnya, di pastikan akan di kelola dengan tepat guna dan sasaran. In syâ Allâh. Allâhu A’lam bish-shawab

Laman:

1 2
0 Komentar