Parpol, Korupsi, dan Peradaban

Parpol, Korupsi, dan Peradaban
0 Komentar

Kemiskinan dan Ketidakadilan

Robert Dahl menulis delapan syarat negara demokrasi, di antaranya kebebasan untuk membentuk dan berorganisasi, hak suara memilih dan dipilih, eligibilitas menduduki jabatan publik, adanya pemilu yang bebas dan adil. kemudian Alferd Stephan dan Juan J. menambahkan, adanya konstitusi yang demokratis yang menghormati kebebasan dan memberikan proteksi terhadap hak-hak minoritas.

Untuk mencapai maksud tersebut, parpol memikul tanggung jawab menjamin terwujudnya negara demokrasi yang berdasarkan Pancasila sebagaimana ditetapkan dalam UUD NKRI 1945. Pemilu menjadi sarana seleksi untuk pemimpin bersih, cerdas dan berintegritas, hadirnya kontestasi pengabdian melalui panggung politik. Hadirnya lembaga-lembaga independen menjadi ujian dan barometer keseriusan penyelenggaraan demokrasi.

KPU sebagai penyelenggara pemilu semakin teruji, independen dan profesional, terbitnya PKPU larangan bekas koruptor, kejahatan narkoba dan pelaku kejahatan seksual anak untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPD, DPRD, DPR-RI. PKPU merupakan terobosan berani dan penarik batas moral untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi nafsu koruptif di tengah kuatnya cengkeraman politisi busuk dalam lini kekuasaan

Baca Juga:PT Telkom Indonesia Dukung Penyelenggaraan Annual MeetingAnggota DPRD Disarankan ke Jerman, Bantuan Beasiswa Tambahan Belum Disetujui

Berdasarkan berbagai survei menunjukkan bahwa lembaga legislatif sebagai lembaga terkorup, kemudian disusul lembaga yudikatif dan eksekutif, berbanding lurus dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut. Rakyat berharap putusan MA sebagai putusan yang memiliki visi social engineering, memperkuat upaya pemberantasan korupsi, membangun karakter bangsa dan peradaban yang lebih baik, sebagaimana dinyatakan hukum adalah untuk manusia bukan sebaliknya.

Hakikat keadilan menjadi nyata dalam demokrasi yang dilangsungkan melalui hukum yang mengedepankan nilai-nilai kearifan, keterbukaan dan aspiratif. Hal itu hanya dapat dicapai apabila didukung para elite yang memiliki kualifikasi bersih, bebas dari perilaku koruptif, taat hukum dan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

Apabila kualitas tersebut terpenuhi, maka bangsa ini akan mampu menghadirkan kepemimpinan lokal-nasional yang kuat, sehingga tidak ada lagi model elite dalam menghadapi masalah hukum berpura-pura sakit dan menabrakkan mobil sampai benjol.

Harapan masyarakat agar MA tampil sebagai benteng pemberantasan korupsi dan kejahatan luar biasa lainnya pupus melalui putusan Majelis Hakim Agung yang menyatakan tidak sah dua peraturan KPU yang merintangi bekas narapidana koruptor untuk menjadi anggota DPR/DPD, hakim tidak menampakkan keadilan substantif untuk kemanfaatan bagi sebanyak-banyaknya orang (rakyat).

0 Komentar