OPINI  

Pojokan 167, Kata

Pojokan 167, Kata (foto: Kang Marbawi)
Pojokan 167, Kata (foto: Kang Marbawi)

PASUNDAN EKSPRES –  Setiap kehidupan digerakan oleh kata.  Kata itulah yang menjadi motivasi dari gerak laku.

Tak heran, ada banyak bijak bestari sejak jaman para nabi hingga saat ini, tak lekang memroduksi kata-kata.

Kata-kata yang menjadikan orang memiliki motivasi untuk bergerak. Entah untuk memerbaiki diri, atau untuk mengejar sesuatu.

Coba saja tengok, kata-kata di belakang mobil-mobil truk yang berseliweran di jalan raya.

“Hidup tak semudah like share and coment”, atau kata bijak dari tokoh seperti KH Mustofa Bisri pun dikutip “Juara Sejati, Orang Yang Mampu Mengalahkan Diri Sendiri”, atau kata-kata lucu lainnya. “Asap jadi saksi, aspal jadi bukti atas perjalananan kami demi mencari rejeki”, atau “Aku tanpamu bagai makan sego kucing ilang karete’, ambyarrrr!!!” atau “Dadi wong ki mbok sing solutip” (dengan “p”) atau “Ya Allah, jauhkanlah aku dari ibu-ibu pengendara motor yang lampu sennya ke kiri tapi belok kek kanan” dan masih banyak lagi.

Tak hanya itu, kata-kata di pantat truk juga disertai gambar sesiapa pun atau apa pun. Mulai artis, anak-anak, dan yang paling dominan adalah gambar orang-orang cantik. Sesuai selera yang punya truk.

Yang pasti, kata-kata di pantat truk itu, menjadi motiv, motivasi sekaligus menjadi pengganti dari pengendaranya.

Kata-kata itu menjadi penyemangat pengemudi dan menjadi hiburan, pengendara di belakang truk. Saling menguntungkan.

BACA JUGA: Pojokan 166, Pamflet Calon

Kita juga bisa menengok kata-kata yang digunakan di perusahahaan. Kata-kata sakti yang dijadikan pedoman bekerja ini disebut core values.

Bisa dipastikan, core values ini dijadikan panduan dan pegangan dalam menjalankan perilaku bisnis.

Sebut saja core values Badan Usaha Milik Negara (BUMN) “Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif”.

Dan masih banyak lagi core values perusahaan lainnya yang tak kalah hebat. Bahkan setiap orang memropduksi kata-kata setiap hari.

Tidak hanya dalam komunikasi verbal, tapi juga dalam untaian kata di profil media sosial (medsos). Yang terakhir ini, relative lebih banyak curahan hati (curhat) atau update status yang bersangkutan.

Ulasan ini tak mengikuti bermaksud filsuf Austria, Ludwig Wittegenstein yang berpendapat bahwa bahasa lahir dari konteks.

Dan konteks menurut Ludwig adalah permainan bahasa (language games). Sebab bahasa menggunakan kata-kata sebagai simbol pengantar.

Yang pasti, makna suatu kata baik yang dipantat mobil truk atau yang menjadi core values atau update profil seseorang di medsos nya tidak sekedar lahir dari konteks (kerja kerasnya kehidupan supir, kepentingan perusahaan, atau galaunya hati natizen).

LIHAT JUGA: Pojokan 165, Merdeka

Tetapi kata hadir dari penggunanya. Disini pengguna kata menentukan makna dari kata itu.

Maka pantas, ada kaya yang tak sama maknanya walau sama pengucapannya. Atau ada kata yang diplintir, atau yang dimanipulasi, menyebabkan konflik.

Disinilah kata memiliki makna yang kondisinional, bergentung kepada maksud pengguna dan suasana batin yang melingkupinya. Kata adalah simbolik.

Tak jarang pula, kata itu memberikan beban. Entah kata apa dan datang dari mana. Kata yang seperti ini menjadikan gerak hidup menjadi mampet, melambat dan stagnan.

Sejatinya, hidup kita, bergantung kepada banyak hal. Dan “banyak hal” itulah yang menjadikan beban dalam setiap gerak hidup kita.

BACA JUGA: Pojokan 164, Gelisah

Kebergantungan kepada kepada kebendaan, kepada seseorang atau kepada apapun menjadikan kehidupan kita terikat.

Pantas juga jika menggunakan kata “Orang yang banyak kebutuhan banyak ketergantungan” atau “Kecukupan adalah tak banyak kebutuhan”.

Pada akhirnya, kata mana yang akan menjadi penggerak diri kita, kitalah yang menentukan.

Sebab kata-kata kita, yang bisa mengubah apa yang ada di depan dan bisa jadi dunia.

Atau tak mengubah apapun, karena kata-kata kita tak sakti.

Tak sakti karena tak diyakini dan tak diamali. (Kang Marbawi, 07.09.23)