OPINI  

Pojokan 168, Dukungan

Pojokan 168, Dukungan (Kang Marbawi)
Pojokan 168, Dukungan (Kang Marbawi)

PASUNDAN EKSPRES – Sinar matahari pagi cemburu. Karena betapa mudahnya kita melihat polarisasi politik yang terjadi dimasyarakat setiap mendekati peristiwa elektoral.

Semilir angin sepoi-sepoi pun bingung karena dengan gampangnya, kita tergoda untuk memercayai informasi yang belum tentu benar, yang beredar dimedia sosial (medsos).

Semburat cahaya matahari pagi yang bertengger di pucuk pohon seolah cemas, dengan mudahnya orang menjadi pengamat yang relative cenderung menyalahkan pilihan yang tak sama dengan dirinya, hanya dengan memercayai narasi yang menyebar di medsos.

BACA JUGA: Pojokan 167, Kata

Peristiwa pemilihan kepala daerah dan presiden (elektoral) menjadi pemicu dari terjadinya polarisasi – keterbelahan masyarakat.

Pilihan yang beda terhadap proses kandisasi kadang menyebabkan kegaduhan politik.

Sebab para pengikut kandisasi akan menyebarkan berbagai narasi yang sengaja memancing kegaduhan politik dan sekaligus strategi politik gaduh.

Kegaduhan politik dan politik gaduh seolah menjadi bagian dari strategi untuk proses pemenangan elektroral.

Sebab kemenangan elektoral menjadi bagian penting untuk membangun relasi kuasa.

Dan untuk memenangkan kandidat yang dijagokan memerlukan relasi terhadap berbagai sumber daya dan akses teknologi berbasis AI (artificial intelligence).

LIHAT JUGA: Pojokan 166, Pamflet Calon

AI dipergunakan untuk membangun narasi yang diarahkan untuk membangun pengakuan dan identitas kandidat.

Biasanya buzzer digunakan untuk membangun branding kandidasi.

Sebab penting dalam peristiwa elektoral, kandidat diakui oleh masyarakat dalam hal apapun.

Kebutuhan akan pengakuan atas identitas seorang kandidat ini menurut Fukuyama, menentukan banyak hal dalam peristiwa di dunia termasuk dalam peristiwa elektoral.

BACA JUGA: Pojokan 165, Merdeka

Inilah yang disebut konsep thymos, yakni bagian dalam jiwa manusia yang selalu merasa dahaga akan pengakuan atas harga diri.

Konsep thymos ini yang digunakan oleh para pendukung kandidasi untuk mendapat pengakuan berbasis identitas diri atau kelompok.

Dan tak jarang basis identitas yang digunakan adalah agama, golongan dan kesukuan.

Dan pada gilirannya, dahaga atas pengakuan dan identitas inilah yang berpotensi membangun polarisasi dalam masyarakat.

Dan kadang media cenderung memainkan peran menguatkan polarisasi ketimbang meredam polarisasi.

McCoy dan Somer dalam Toward a Theory of Pernicious Polarization and How it Harms Democracies: Comparative Evidance and Possible Remedies (2018) mendefinisikan polarisasi sebagai proses ketika keragaman atau perbedaan dalam masyarakat semakin selaras dalam satu dimensi.

Proses mengidentifikasikan masyarakat dalam keragaman atau perbedaan tersebut melahirkan persepsi dan gambaran politik di masyarkat dikenal dengan istilah “kami” versus “mereka”.

Atau dalam istilah sosial “in group” dan “out group”. Istilah ini melahirkan keadaan keterbelahan dan keterpecahan serta saling tidak percaya di kalangan masyarakat.

LIHAT JUGA: Pojokan 164, Gelisah

Bisa jadi polarisasi politik merujuk kepada terpecahnya masyarakat akibat adanya perbedaan pilihan politik, yang mana dalam perpecahan ini muncul rasa saling tidak percaya dan kebencian, sehingga memunculkan permusuhan.

Proses polarisasi ini juga memicu kepada peningkatan oposisi dari waktu ke waktu. Dimana polarisasi sengaja dibangun dengan menekankan kehadiran simultan dari prinsip kecenderungan atau sudut pandang yang berlawanan dan bertentangan. Ini menurut Fiorina dan Abrams.

Dan McCarty pun memandang bahwa polarisasi digunakan untuk meningkatkan dukungan dalam pandangan politik ekstrim kepada proses kandisasi yang dijagokan dibandingkan dengan pandangan sentris dan moderat.

Sebenarnya, tanpa piranti konseptual dan metodelogis canggih, kita bisa dengan mudah menjadi pengamat politik.

Cukup berbekal kepekaan dan sedikit netralitas, mengamati penanda simbolik atas pola-pola polarisasi politik yang terjadi.

Dan yang terpenting adalah adanya proses kritis terhadap berbagai narasi yang membanjiri dijagat media.

Pun spirit untuk menghargai perbedaan pilihan tanpa saling menyalahkan dan membenci.

Sebab siapapun kandidasi yang menang semua punya tujuan untuk Indonesia maju. Tentu dengan caranya masing-masing.

Pada akhirnya setiap orang akan memberikan dukungan kepada orang yang pas dengan pilihannya.

Mari menghargai pilihan dan dukungan masing-masing, tanpa harus menyalahkan pilihan atau dukungan yang berbeda. (Kang Marbawi, 16.09.23)