PPDB dan Mahalnya Sebuah Kemandirian dan Kejujuran

PPDB dan Mahalnya Sebuah Kemandirian dan Kejujuran
0 Komentar

Jadi dengan sistem ini meskipun jarak rumah dengan dengan sekolah jadi dasar , akan tetapi komponen prestasi, kondisi ekonomi orang tua tetap diperhitungkan. Nampaknya tahun ini status akreditasi sekolah juga menjadi pertimbangan. Seleksi zonasi berdasarkan konsep geografi hanya mempertimbangkan azas tunggal atau jarak saja dan tidak mempertimbangkan faktor lain menimbulkan dilema tersendiri dalam dunia pendidikan. Faktor lain seperti kualitas guru dan sarana prasarana.

Sebagaimana pembelajaran, juga sudah terbiasa menggunakan daring, harapannya pelaksanaan PPDB secara online bukan menjadikan kendala bagi masyarakat, namun kenyataannya menunjukkan bahwa proses PPDB secara online ini masih menjadikan kendala, terbukti di lapangan, masih banyak orangtua yang merasa menyesal karena tidak bisa melakukan pendaftaran dengan cara online. Mengapa orang tua? Bukankah anaknya yang akan sekolah?

Pada kenyataannya, setiap pendaftaran peserta didik baru, orang tua selalu yang banyak berperan dan memerankan diri,tidak melatih putranya untuk mandiri. Seperti halnya tahun ini, saat PPDB dimulai, puluhan chat lewat WA yang masuk pada panitia PPDB bertanya tentang syarat-syarat PPDB, hanya 1 persen diantaranya yang dari anak.

Baca Juga:Haji Mabrur: Agen Perubahan, Sebuah Harapan Masa DepanLapang Bintang Pusat Keramaian di Subang Kota: Tempat Asyik Olahraga, Hingga Ladang Cuan Masyarakat

Segala keresahan karena tidak tahu informasi, telat melakukan upload berkas, belum melakukan ASPD bagi yang luar kota karena tidak tahu informasi, tidak tahu zonasi, dan lain-lain. Ada yang wa kepada kepala sekolah : tolong anak saya dipantau ya Pak ? Saya minta tolong dengan sangat agar cucu saya bisa masuk, dan ada yang mengenalkan diri sebagai kepala sekolah SMP sambil mengirimkan scan surat kelulusan dan sebagainya. Chat kepada kepala sekolah itu berasal dari berbagai kalangan. Ini sebagai bukti ada keresahan orang tua ketika memasukkan anaknya ke jenjang berikutnya. Fenomena ini terjadi pada anak didik lulusan SMP, yang seharusnya sudah bisa melakukan sendiri pendaftaran di sekolah yang diinginkan. Jika pendaftaran usia SD atau masuk SMP masih bisa ditoleransi karena masih butuh pendampingan, namun jika usia SMA masih dibantu, bahkan anaknya sendiri tidak ikut terlibat dalam pendaftaran ini sesuatu yang perlu menjadi perhatian.

0 Komentar