Sebuah Kritik terhadap Pemerintahan Prabowo Subianto

Rendy Jean Satria
Rendy Jean Satria
0 Komentar

Namun di balik janji itu, kebijakan-kebijakan ekonomi masih berpola kapitalistik dan bergantung pada investasi asing. Tak ada reformasi tanah, tak ada proteksi bagi buruh kecil, dan tak ada pemihakan nyata terhadap petani.

Dalam konteks ini, Hannah Arendt memberi peringatan bahwa pemerintahan yang terlalu memusatkan kekuasaan pada elit rentan kehilangan legitimasinya, karena kekuasaan yang otentik selalu datang dari kesediaan rakyat untuk terlibat dan mendukungnya secara sadar.

Di sini kita harus bertanya: apa makna “Indonesia Raya” jika rakyatnya tidak tercerahkan secara kultural?

Baca Juga:PLN UID Jabar Catat Pertumbuhan Signifikan di Semester I 2025: Komitmen Penuh untuk Dukung Pembangunan JabarPastikan Pelayanan Masyarakat Optimal, Polres Subang Periksa 170 Kendaraan Dinas

Jika yang dikejar hanya ‘perombakan’ dan ‘perevisian’, sejarah Indonesia versi mereka.

Seperti yang dikatakan Maxim Gorky, sastrawan Rusia, yang saban hari saya melintas di depan rumahnya di Nizhny Novgorod, “Tanpa kesadaran, rakyat hanya akan menjadi kerumunan yang dibimbing oleh hasrat penguasa,”

Kritik sy ini bukan serangan terhadap pribadi, tetapi pembacaan terhadap watak kekuasaan yang sedang tumbuh.

Prabowo masih punya kesempatan untuk menunjukkan bahwa ia bukan bagian dari sejarah yang gelap, melainkan pembuka lembaran baru bagi demokrasi yang sejati.

Namun untuk itu, ia harus membuktikan bahwa kekuasaan tidak ia lihat sebagai hak warisan atau takhta militer, tetapi sebagai amanah dari rakyat yang sadar sejarah dan merindukan keadilan.

Nizhny Novgorod, RusiaAgustus 2025

0 Komentar