Mengupas Kembali Sejarah Lahirnya Sisingaan Subang

Mengupas Kembali Sejarah Lahirnya Sisingaan Subang
0 Komentar

Berdasarkan beberapa sumber yang ditemukan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), setidak-tidaknya sampai dengan 1913 tidak ditemukan adanya perlawanan dari rakyat kepada penguasa. Artinya, dapat dikatakan bahwa rakyat Subang saat itu berada pada kondisi yang cukup sejahtera sebagaimana dikatakan Armin Asdi. Perlawanan rakyat kepada penguasa, baru terjadi pada 1913. Penyebabnya adalah kenaikan pajak mencapai 200% oleh penguasa baru berkebangsaan Inggris. Dengan begitu, apabila sebagai bentuk perlawanan maka seharusnya sisingaan baru lahir paling awal pada 1913. Padahal, sebelum tahun tersebut, sisingaan sudah ada. Sebagaimana diungkapkan Edih dalam penelitiannya bahwa pada 1910 sisingaan telah digunakan oleh penduduk Subang. Dengan demikian, sisingaan tidak lahir karena perlawanan. Melekatnya sisingaan dengan perlawanan diperkirakan baru terjadi kemudian. Terutama selama masa pergerakan nasional sedang berlangsung.

Pada sisi lainnya, seorang akademisi bernama Mulyadi memiliki pandangan berbeda. Ia meyakini bahwa sisingaan lahir bukan karena pemujaan apalagi perlawanan melainkan sebagai jalan untuk menegakkan syariat Islam yaitu khitan. Sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh masyarakat setempat.

Khitan merupakan hal baru yang diperkenalkan Islam kepada masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang merasa takut untuk dikhitan. Melalui sisingaan, ketakutan terhadap khitan menjadi berkurang. Bahkan sudah tidak ada lagi karena diganti dengan perasaan bahagia. Tidak jarang banyak anak-anak yang meminta kepada orang tuanya untuk dikhitan karena ingin menjadi raja sadinten. Sebutan bagi mereka yang akan dikhitan dan diarak menggunakan sisingaan.

Baca Juga:Bantaran Sungai Cigadung Bergeser, Warga Khawatir LongsorSMA Negeri 1 Pusakanagara Gelar Pekan Kreasi Seni Unjuk Kabisa

Yang menjadi persoalan adalah darimana pencipta sisingaan mengetahui singa, karena binatang itu tidak endemik di Pulau Jawa ataupun Indonesia. Kemudian, kaitan antara singa dan Islam. Analisis penulis, kedua hal itu terjadi karena adanya pertukaran budaya dengan dunia luar. Secara geografis, wilayah Subang utara merupakan wilayah yang terbuka. Ditemukannya manik-manik di Situs Nay Subanglarang menjadi bukti bahwa masyarakat Subang telah menjalin komunikasi dengan bangsa lain. Terutama, dilihat dari corak dan bentuknya, beberapa manik-manik berasal dari kawasan Asia Tengah khususnya Persia dan India.

Kaitan singa dan Islam begitu melekat dengan kedua kerajaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari simbol kebesarannya yaitu singa. Tidak berlebihan kiranya untuk mengatakan bahwa masyarakat Subang mengenal singa dalam kaitannya dengan Islam dari mereka yang kemudian diwujudkan dalam suatu kesenian bernama sisingaan. Wallahu’alam.

Laman:

1 2
0 Komentar