Merdeka Belajar dalam Bingkai Covid 19

Merdeka Belajar dalam Bingkai Covid 19
0 Komentar

Dalam pernyataannya Makarim memaknai Merdeka Belajar tentunya tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid 19, karena menurutnya merdeka belajar tidak lain adalah merdeka dari aturan, kemerdekaan Guru dalam berkreasi dikelasnya sendiri, kemerdekaan murid dalam arah dan level yang cocok untuk dia. Kemerdekaan belajar ini lebih pada spirit tentang bagaimana memajukan pendidikan dalam kerangka keberagaman dan disparitas pendidikan di Indonesia.

Namun baru saja masuk ruang seminar akan makna merdeka belajar dan banyak guru yang belum menemukan format terbaiknya untuk memaknai merdeka belajar tersebut, kemerdekaan belajar ini betul-betul terjadi dan bergulir dengan liar dan hampir tak terkendali karena Covid 19. Mulai tanggal 16 Maret 2020 tersebut siswa memang belajar di rumah, Ujian Nasional (UN) yang untuk menghapusnya butuh perdebatan panjang sampai harus meluluhkan hati wakil rakyat, namun “hanya” dengan Covid 19 Ujian nasional habis sudah riwayatnya di tahun 2020 ini. Dan tak satupun pakar pendidikan, kritikus, praktisi pendidikan, komentator pendidikan, Dewan Pendidikan sampai dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi pendidikan, berkomentar berkaitan dengan dihentikannya Ujian nasional ini.

Mulai saat itu Guru harus membuat model pembelajaran dalam jaringan lewat dunia maya, siswa juga harus belajar dirumah dibawah bimbingan orang tua yang sering kalah cerdas kemampuannya IT-nya dengan anaknya. Inilah revolusi pembelajaran di Indonesia yang “menyimpang” dari prediksi Nadiem Anwar Makarim dimana dalam statemen yang lain Makarim mengatakan bahwa ”Apapun perubahan kecil itu kalau guru melakukan secara serentak, Kapal besar bernama Indonesia pasti akan bergerak”.

Baca Juga:Penetapan Tahun Ajaran Baru Versus Penetapan Sistem Pendidikan BaruPiknik di Tengah Pandemi, Bikin Corona Gak Mau Pergi

Artinya dalam statemen ini Makarim hanya ingin dengan perubahan kecil tetapi nyata adanya, misalkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang semula tebalnya melebihi kitab suci, dirubah berdasar Edaran Mendikbud No: 14 tahun 2019 dengan hanya satu lembar. Artinya disini diharapkan guru jangan terkekang pada aturan administrasi belaka tetapi kreatifitas silahkan dikembangkan walaupun hanya dari jumlah lembar RPP dan tentunya juga berdampak pada aspek pembelajaran yang lainnya yang terus dikembangkan dalam kerangka inovasi pembelajaran.

Perubahan mendasar dan tak direncanakan pertama adalah model pembelajaran guru yang semula pembelajaran konvensional langsung dengan siswa dan berlangsung dikelas, menjadi pembelajaran tidak langsung dengan dunia maya sebagai sarana penunjangnya. Dalam kontek ini, “sedikit” yang dikatakan sang Menteri tadi tidak berlaku karena otomatis terjadi perubahan yang spektakuler dalam pembelajaran. Guru Senior (Baca: Tua) sering sembrono dalam penguasaan IT, mau tidak mau harus mengikuti perkembangan IT. Sehingga banyak guru yang belajar IT dalam waktu singkat kalau tak ingin nyinyir dianggab orang kuno dan ketinggalan jaman serta tak layak hidup dijamannya oleh sang siswa.

0 Komentar